Pemda Dituntut Tingkatkan Pengawasan HIV/AIDS

SIMBOLIS : Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum (kanan), menyerahkan hasil komitmen kesepakan kepada Kadinkes Kota Cimahi drg Pratiwi (kanan), di Aula Timur Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Senin (24/6/2019).
( Foto : GATOT POEDJI UTOMO/RADAR BANDUNG )

SIMBOLIS : Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum (kanan), menyerahkan hasil komitmen kesepakan kepada Kadinkes Kota Cimahi drg Pratiwi (kanan), di Aula Timur Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Senin (24/6/2019). ( Foto : GATOT POEDJI UTOMO/RADAR BANDUNG )

POJOKBANDUNG.com, BANDUNG  – Untuk mengefektifkan pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS, tidak bisa dilakukan oleh pihak terkait atau yang ahli dibidangnya saja. Sebab, pendeteksian virus mematikan itu cukup sulit. Sehingga perlu perhatian dari sejumlah pihak terutama pemerintah di kabupaten/kota.

Dalam upaya mencegah penyebaran virus tersebut, sebagai lembaga yang bertugas merumuskan kebijakan dan melakukan koordinasi dalam penanggulangan HIV-AIDS, khususnya di Jawa Barat, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa Barat, mengajak pihak pemerintah dari masing-masing daerah, agar meningkatkan perhatiannya terhadap potensi penyebaran HIV-AIDS.

Untuk mengakhiri epidemi atau zero HIV/AIDS pada 2030, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat berkomitmen melakukan sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sebab, HIV/AIDS bukan hanya masalah di dunia kesehatan, tetapi juga menjadi masalah sosial.

Menurut Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, penderita HIV/AIDS atau Odha, setiap tahunnya bisa bertambah apabila tidak ada kepedulian dari pihak lain. Terlebih, penyebaran virus itu tidak hanya menyasar warga perkotaan saja, melainkan bisa juga masuk ke desa bahkan hingga ke pelosok.

“Kalau bukan kita, siapa lagi yang harus melakukan pencegahannya,” kata UU, di Senin (24/6/2019).

Dia menambahkan, virus itu tidak hanya mematikan saja, namun memiliki dampak yang bisa melemahkan mental seseorang terutama pengidapnya. Untuk itu, masyarakat diharapkan berhenti memberikan stigma negatif terhadap Odha.

“Lebih baik soliditas berbagai pihak terkait semakin ditingkatkan. Karena bisa menjadi kunci dalam merealisasikan program zero HIV/AIDS pada 2030 mendatang,” tuturnya.

Uu menegaskan, sudah saatnya penguatan peran dari seluruh pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat, terus digerakan melalui berbagai upaya konkret dan cepat, dalam menuntaskan masalah HIV/AIDS.

“Diharapkan orang terdekat atau peran tokoh agama, ulama dan guru perlu dilibatkan. Mereka nantinya bisa menjadi penguat di setiap daerah,” ungkapnya.

Dari data yang tercatat di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, bahwa kumulatif kasus HIV hingga Desember 2018 mencapai 37.485 kasus HIV dan 10.370 kasus AIDS dari seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

Sementara itu, terkait pentingnya keterlibatan pemerintah dalam mencegah penyebaran maupun penularan HIV dan AIDS, lantaran ada beberapa dinas yang sebetulnya dekat dengan potensi tersebarnya virus tersebut.

Koordinator Program KPAP Jabar, Landri Kusmono menyebutkan, beberapa dinas yang harus peka terhadap ancaman HIV dan AIDS diantaranya, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Ketenagakerjaan dan dinas lainnya termasuk BNN, yang ada sangkut pautnya dengan masyarakat.

Dengan begitu, pihaknya berharap dinas atau instansi terkait lebih meningkatkan pengawasannya. Misalnya, peran Dinas Ketenagakerjaan yang harus teliti terhadap kedatangan tenaga kerja asing yang bekerja di daerahnya. Sementara untuk Dinas Pendidikan, bisa menyasar ke tiap sekolah untuk memberikan pemahaman terkait bahaya serta dampak dari HIV AIDS, yang bisa mengancam kesehatan, sekaligus masalah sosial bagi penderitanya.

“Inilah perlunya kolaborasi antara pemerintah dan lembaga terkait, sehingga penyebarannya bisa terdeteksi sejak dini,” kata Landri.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Berli Hamdani. Sinergi dan kolaborasi perlu dibangun melalui berbagai sumber daya, mulai dari pendanaan, Sumber Daya Manusia (SDM), sampai logistik seperti obat-obatan.

“Bukan hanya oleh Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan tapi harus semua pihak,” ujar Berli.

Salah satu upaya yang tengah dilakukan Dinas Kesehatan adalah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan. Caranya, melalui pemberian pendidikan perubahan perilaku atau disebut IPP (Intervensi Perubahan Perilaku). IPP adalah upaya untuk mengubah perilaku masyarakat terhadap seks agar bisa mempraktikkan secara aman.

“Seks yang aman ini sebenarnya bukan dengan orang lain, tapi dengan pasangan sendiri (suami/istri),” ucapnya.

(gat)

loading...

Feeds

POJOKBANDUNG.com – Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) mengumumkan kerja samanya dengan Universitas Pasundan (Unpas) melalui penandatangan Nota Kesepahaman (Memorandum …