Pojokbandung – Kementerian Perdagangan menyegel sejumlah SPBU curang di kawasan Jabar. Temuan ini harus disikapi serius dengan cara menghukum pengelola yang nakal.
Untuk diketahui, Kemendag menemukan tiga SPBU di jalur pantai utara Jawa (Pantura) diduga melakukan kecurangan pada periode 15 Mei hingga 23 Mei 2019. Ketiga pom bensin berlokasi di Subang, Indramayu, dan Bekasi.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga (PKTN) Kemendag Veri Anggriono menyatakan, ketiga SPBU terduga melakukan tindak pidana bidang metrologi legal. “Petugas akan menyegel pompa ukur BBM di SPBU yang bermasalah itu,” kata Veri, melalui siaran pers yang diterima, Sabtu (22/6/2019)
Dari hasil pengawasan, pihaknya menemukan alat tambahan pada pompa ukur BBM, berupa rangkaian elekronik di salah satu SPBU Kabupaten Indramayu. Setelah diuji, hasilnya berada di dalam batas kesalahan yang diizinkan (BKD) yaitu sekitar 0,5%. Karena tindakannya, perusahaan tersebut diduga melanggar Pasal 32 ayat 1 jo., Pasal 25 huruf b jo., dan Pasal 27 ayat 1 dan 2 UU Metrologi Legal.
Di dua SPBU lainnya yang berada di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bekasi memang tak ditemukan adanya alat tambahan. Namun, setelah dilakukan pengujian terhadap pompa ukur BBM di SPBU tersebut, hasilnya berada di luar standar BKD. Dengan demikian, masing-masing SPBU patut diduga telah melanggar Pasal 32 ayat 1 jo., Pasal 25 huruf e jo., serta Pasal 34 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 UU Metrologi Legal.
Penyegelan ini harus menjadi momentum pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap tata kelola bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Pasalnya, pengurangan ukuran bensin tersebut secara langsung berdampak dan merugikan masyarakat.
“Temuan kemarin itu menjadi entry point untuk memperbaiki tata kelola bisnis SPBU. Karena selama ini di daerah banyak ukurannya kerap jadi problem. Ini menurut saya yang harus dibongkar,” ujar pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah.
Selain dijadikan titik tolak untuk melakukam pembenahan secara keseluruhan, perlu juga dibuat aturan tegas. Dengan demikian, kasus-kasus serupa tidak terjadi. Karena menurutnya, kecurangan serupa sejatinya sudah banyak terjadi.
Menurutnya, pemerintah harus memberikan pemahaman yang tegas kepada pemilik atau pengelola SPBU, bahwa ini untuk kepentingan masyarakat banyak, disamping kepentingan bisnis. Disamping itu, publik harusnikut serta dalam melakukan pengawasan.
Terhadap para pelaku usaha SPBU yang melakukan kecurangan, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir berharap Kemendag segera memperkarakannya.
“Kalau ada indikasi pidana harus dilanjutkan, diperkarakan. Jangan sampai masyarakat dirugikan oleh pelaku usaha SPBU,” tegas Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir.
Pemerintah, dalam hal ini Kemendag, kata dia, sudah sepatutnya melakukan sistem pengawasan yang ketat, sehingga kejadian-kejadian serupa tidak terjadi lagi.
“Pokoknya harus diusut sejak kapan (kecurangan) dilakukan. Supaya jangan terulang kembali, dan harus ada sanksi berat,” imbuhnya.
Ke depan, dia berharap pemerintah kian aktif beraksi memberikan perlindungan kepada masyarakat dari praktik-praktik kecurangan. “Jadi jika ada kecurangan bukan hanya ditutup, tapi dipidana pemiliknya,” tandasnya.
Terpisah, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia Chudry Sitompul menyebut, keputusan Kemendag menyegel SPBU yang berbuat curang sudah tepat. Sebab tindakan mengakali pompa ukur bahan bakar minyak (BBM) dengan alat tambahan jelas melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
“Yang dilakukan oleh Kemendag terhadap SPBU sudah tepat. Sebab memang ada UU-nya,” terangnya.
Untuk memberikan efek jera, dia pun berharap para pengelola SPBU yang nakal dapat diproses hukum. “Karena sebenarnya ada ancaman kurungan dan denda buat mereka yang berbuat curang,” harapnya.