POJOKBANDUNG.com – Habis Ramadan terbitlah hari lebaran. Selain disebut sebagai hari kemenangan, yang paling ditunggu oleh orang-orang tentunya THR alias Tunjangan Hari Raya. THR sudah menjadi kultural tersendiri yang pastinya selalu ada menjelang musim lebaran.
Tapi, tahukah kamu sejarah mengenai THR itu sendiri, pencetus atau yang pertama kali memberi inisiatif mungkin? Nah, ternyata THR yang menjadi sumber kebahagiaan itu bukan muncul dengan sendirinya loh, tetapi atas usulan seorang tokoh pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Adalah Soekiman Wirjosandjojo, seorang politikus yang berasal dari partai Masyumi sekaligus Mendagri yang menelurkan ide tentang tunjangan kesejahteraan ini pada tahun 1952. Tepat pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo, THR ini awalnya hanya diberikan kepada para pamong pradja –sekarang dikenal dengan PNS. Pemberian ini ditujukan sebagai usaha mengambil hati mereka agar mendukung kabinet yang sedang berjalan.
Selain untuk menarik hati para aparatur negara, THR ini diharapkan agar mereka merasa bahwa pemerintah sudah memberikan pelayanan terbaik daripada kabinet sebelumnya, yaitu Kabinet Moh. Natsir. Ketika pertama kali diberikan, jumlahnya Rp125-200 (sekarang setara dengan Rp1,2-2 juta. Tak hanya sebatas itu, pemerintah juga memberikan tunjangan lain berupa bahan pokok seperti beras.
Namun, hal tersebut tampaknya membuat para buruh cemburu. Bagaimana tidak, mereka yang juga sudah bekerja keras untuk perusahaan swasta negara tidak mendapat perhatian yang sama dari pemerintah. Demo serta aksi mogok kerja yang ketika itu pernah terjadi ternyata membuat THR langgeng hingga kini dan diberlakukan untuk semua pekerja.
Pada tahun 1994, pemerintah baru menuangkan peraturan secara resmi mengenai tunjangan ini. Pada kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tersebut dijelaskan bahwa pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 bulan wajib mendapatkan tunjangan. THR yang diterima juga disesuaikan dengan lamanya masa kerja, sedangkan untuk pekerja yang sudah satu tahun mengabdi mendapat THR sebesar 1 bulan gaji kerja.
Pada tahun 2016, peraturan ini mengalami revisi ulang. Pekerja yang sudah bekerja selama satu bulan sudah layak mendapat THR. Hal tersebut tak hanya berlaku bagi karyawan tetap saja, tetapi juga pekerja kontrak. Dari sana, THR terus hidup dan menjadi kado tersendiri bagi para pekerja menjelang hari lebaran tiba.
Begitulah awal terciptanya kata THR, kita seharusnya berterimakasih kepada sosok ini, berkat idenya kita ikut merasakan kebahagiaan. Semoga bukan hanya jumlah THR-nya saja yang ditunggu tetapi sosok pencetusnya juga tak dilupakan.