POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat, menggelar Multaqo Ulama, Habaib dan Pimpinan Pondok Pesantren Se-Provinsi Jawa Barat ke II di grand Pasundan, Jalan Peta, Kota Bandung, Rabu (15/5)
Kegiatan itu di hadiri dari seluruh alim ulama sekaligus pengurus pondok pesantren se-Jawa Barat. Ketua MUI Jabar, Rahmat Syafei mengatakan, kegiatan ini digelar tak lain untuk meredam situasi yang saat ini berkembang usai pemilu serentak 2019.
Menurutnya, Baru-baru ini nampaknya banyak pernyataan elit politik yang tidak sesuai dengan bukti, oleh karena itu ajakan apapun untuk istilahnya people power jangan diikuti.
“Ajakan people power itu hanya perbuatan yang mencoba menggiring atau membuat sebagian masyarakat utk terbawa arus,” ujar Syafei usai kegiatan.
Syafei menjelaskan, people power dalam sistem kenegaraan jika dimaksudkan untuk menggangu pemerintahan yang sah maka mengarah pada mugot atau memberontak.
“Itu Bisa mengarah kepada inkonstitusional yang lebih, kalau dalam istilah negara itu makar. Ada niat untuk menggangu keabsahan pemerintahan itu sendiri,” ungkapnya.
Syafei menambahkan, people power yang dilakukan itu bisa dikenai haram, people power kalau inkostitusional jadi termasuk bughot. Bughot itu adalah cara menggulingkan pemerintahan yang sah.
“Itu termasuk bughot. Bughot itu dilarang dan harus diperangi. Bughot itu adalah haram, people power yang sama dengan bughot itu adalah haram,” jelasnya.
Lebih lanjut, Syafei menanggapi soal oknum ulama yang masih provokatif dan terus menggaungkan pepole power, menurutnya, sangat salah tindakan seperti itu, MUI Jawa Barat respons terhadap situasi dengan cara kembali pada aturan yang disepakati bersama.
“Jadi dalam bahasa agama itu, adalah ngomong yang baik, isinya baik, di tempat baik. Atau ngomong yang baik atau diam. Tugas mulut itu berbicara baik, atau diam,” tuturnya.
Ditempat sama, Sekretaris MUI Jawa Barat, sekaligus ketua FKUB Jawa Barat, Rafani Akhyar berpendapat, kondisi saat ini menjadi perhatian. Lantaran dalam kehidupan keberagamaan nampak terpecah, mungkin akibat dari polarisasi dukungan capres dan cawapres pasca pemilu 2019.
“Kondisi saat ini umat terbagi menjadi dua, ini kalau dibiarkan menjadi mengkhawatirkan, jadi ukhwah islamiah bisa terancam kebersamaan persaudaraan,” kata Rafani.
Selain itu, kata Rafani, dalam kehidupan berbangsa bernegara juga harmoni sosial yang selama ini begitu baik sekarang kelihatan retak. Hal tersebut dirasanya menjadi hal yang fokus di bicarakan dengan alim ulama se-Jawa Barat.
“Hal-hal seperti Ini menjadi keprihatinan kami. Jadi tidak bisa dibiarkan,” ungkapnya.
Rafani mengimbau, semua elemen bangsa tokoh-tokoh agama agar bisa bersatu kembali. Rajut kembali ukuwah, persaudaraan baik ukwah islamiah, insaniah, dan wathoniah demi menjaga kondusifitas stabilitas keutuhan negara.
“Jika tidak di laksanakan kami khawatir, karena ini diskusi antar ulama, pengkajian, perenungan terhadap apa yang terjadi di lapangan. Jadi inilah yang bisa kami lakukan,”pungkasnya.