POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Pemprov Jawa Barat diminta untuk lebih memperhatikan konservasi tanah resapan air di KBU (kawasan Bandung Utara). Hal ini dirasa penting untuk mengatasi permasalahan banjir di Kota Bandung dan sekitarnya.
Politisi NasDem Muhammad Fahran menegaskan bahwa kerusakan kawasan bandung utara menjadi salah satu faktor utama adanya banjir.
Caleg NasDem DPR RI Dapil Jawa Barat I (Kota Bandung dan Kota Cimahi) itu, di sanalah biang kerok awal mula banjir menerjang Bandung. Itu bisa dilakukan jika ia dipercaya menjadi anggota dewan.
“Saya lihat apakah saya di tempatkan di komisi yang tepat atau tidak yakni kalau tidak Komisi IV, ya Komisi V. Kalau saya ditempatkan di Komisi IV, maka saya akan meminta perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk memperhatikan konservasi tanah resapan air di KBU (kawasan Bandung Utara), karena eta biang kerok na ya,” kata Farhan kepada wartawan, Jumat (5/4).
Perhatian pun harus dilakukan dalam hal rencana pembangunan infrastruktur pengendalian banjir di Bandung Raya. Menurut dia, hal itu merupakan tanggung jawab dari provinsi.
“Kalau saya tidak ada di dua-duanya maka yang saya harus lakukan adalah bagaimana membangun jejaring penanggulangan bencana dan penanggulangan korban bencana bersama dengan kementerian sosial atau dinas sosial serta Tagana, itu saja,” katanya.
Pakar Tata Ruang Kota Nirwono Joga melihat masalah banjir di kawasan Bandung Raya dapat diselesaikan jika ada koordinasi yang baik antara pemerintah kota/kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat. Selama ini, lemahnya koordinasi dan saling melempar tanggungjawab membuat masalah banjir di Bandung tak pernah tuntas.
Dia menjelaskan, ada dua penyebab utama banjir di Bandung. Pertama banjir kiriman dari daerah dataran tinggi seperti Bandung bagian utara. Ini terjadi karena kawasan hutan lindung, dan kawasan hijau sudah sangat ter-eksplorasi.
“Karena sudah sangat tereksplorasi, akhirnya tidak lagi bisa menahan air, sehingga air mengalir dalam jumlah besar,” paparnya. Apalagi, kata Nirwono, daerah bandung seperti mangkuk yang dikelilingi pegunungan.
Untuk membenahi masalah rusaknya daerah tangkapan air ini, maka harus ada komitmen dari pembuat kebijakan untuk menghentikan ijin pembangunan villa atau properti baru.
Penyebab kedua banjir di Bandung adalah buruknya drainase atau saluran air. Nirwono menjelaskan, volume air dari daerah dataran tinggi sangat besar karena kurangnya daerah resapan.
Karena itu, sebagai solusi, Nirwono menyarankan perbaikan drainase dan saluran air.Misalnya dengan mulai memperlebar selokan atau gorong-gorong. Selain itu karena Kota Bandung dan sekitarnya tidak memiliki daerah resapan air yang memadai, maka perlu dibangun danau, embung atau waduk buatan untuk menampung air.
“Kalau di kota bandung sulit dicari lahannya, maka bisa dicari di daerah sekitarnya,” ujar Nirwono.
Selain itu, juga bisa dipikirkan untuk memperbaiki aliran sungai. Misalnya, sungai bisa diperlebar atau dikeruk agar bisa menampung lebih banyak volume air.
Untuk menyelesaikan atau melaksanakan program di atas, kata Nirwono, perlu koordinasi yang baik antara semua pihak. Dia menguraikan, harus jelas apa tanggungjawab pemerintah kota/kabupaten, provinsi maupun kota. Misalnya, jika ingin membuat waduk. Maka, pemerintah kota bisa mencarikan lahannya, pemerintah provinsi melakukan sosialisasi dan kemudian pengerukan dan pembangunannya oleh pemerintah pusat.
Sayangnya selama ini, hal tersebut tidak terjadi. Antara pemerintah kota/kabupaten, provinsi, maupun pusat saling melempar tanggungjawab. Ini, kata Joga, menjadi berlarut-larut karena ketidakjelasan penganggaran. Karena itu bertahun-tahun masalah banjir di daerah Bandung, sulit teratasi.
*Bandung Lumbung Seniman*
Selain banjir, Bandung juga pernah disorot sebagai lumbung musisi dan seniman di era 90’an. Farhan juga mempunya cara agar Bandung bisa kembali jaya.
“Kita harus menjadikan Bandung untuk mengekspor produk budaya Jawa Barat. Contohnya kita kan punya banyak sekali artis-artis top asal kota Bandung, Jawa Barat di level nasional. Nah, ini kita mesti dorongnya mesti ke level internasional,” katanya.
“Bagaimana caranya? Ya kita mesti melihat mana seniman-seniman dengan karya seninya yang laku di festival-festival internasional. Nah itu yang mesti didorong, mesti difasilitasi,” imbuhnya,
Kedua, Farhan akan belajar banyak dari seniman baik itu seni musik, seni rupa, seni tari, seni drama dan seni literasi dalam menjadikan Kota Bandung sebagai inkubator.
“Harus jadi inkubator Kota Bandung teh, caranya ada fasilitas apa saja di Kota Bandung untuk menjadi tempat inkubator para seniman dari berbagai macam jenis seni,” katanya.