POJOKBANDUNG.com – Diskresi kepada bulog mengimpor bawang putih merupakan kebijakan yang tidak berpihak terhadap pertani. Di samping itu, keputusan yang diambil untuk tujuan membuat harga stabil melalui skema itu tidak akan efektif.
Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai, permasalahan bawang putih sudah menjadi masalah klasik karena persoalan data. Seharusnya jika pemerintah memang mengetahui tiap tahunnya ada permasalahan kekurangan stok, keputusan impor sudah dilakukan sebelum harga merangkak naik.
Keputusan pemerintah menugaskan Bulog untuk melakukan impor pundipertanyakan. Pasalnya jika memang penugasan maka seharusnya dibiayai oleh APBN karena memang bertujuan sebagai buffer stock. Sementara, status Bulog sendiri sebagai BUMN.
Pada akhirnya, penugasan impor kepada Bulog sifatnya juga mengarah komersialisasi. Besar kemungkinan Bulog memberikan penugasannya ke importir lain. Sama seperti kasus penugasan daging. “Ujung-ujungnya bukan Bulog yang melakukan ngimpor,” katanya melalui siaran pers yang diterima.
Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara berpendapat Kementan dan Kemendag tak memberikan izin impor penugasan Bulog. Karena, kebijakan itu bisa berdampak pada pencalonan Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019.
Hal ini disebabkan oleh kebijakan yang diambil pemerintah belakangan ini tak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Di sisi lain, kebijakan ini bisa dimanfaatkan pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut dua Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sebagai isu yang menguntungkan.
“Bisa saja, setelah impor dibuka, lawan dari petahana akan menggaungkan anti impor lagi,” tambahnya.
Pengamat Politik Hendri mengatakan, kebijakan pemerintah memerintahkan Bulog untuk impor 100 ribu ton bawang putih memang untuk menjaga kestabilan harga. Namun, izin impor ini di sisi lain mencederai janji politik mengedepankan pertanian lokal
Hendri mengakui, impor ini memang akan berdampak negatif terutama bagi petani bawang putih yang tidak lama menikmati tingginya harga bawang. Impor bawang sebenarnya secara tujuan ekonomi tidak masalah. Namun karena tidak diantisipasi dari awal, sehingga dibutuhkan impor bawang dalam jumlah yang banyak.
“Harusnya sebelum impor, itu ada koordinasi antar menteri, Bulog dengan Kementerian Perdagangan dan juga dengan Kementerian Pertanian. Jangan sampai nanti pas impor masuk, petani malah panen. Terus juga nanti, kalau misalnya Jokowi kepilih lagi, harga tinggi lagi atau nggak?,” tuturnya.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, impor bawang putih belum dilakukan. Pengeluaran izin impornya belum dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Menko Darmin mengaku sudah berkoordinasi dengan Kemendag untuk segera mengeluarkan izin tersebut.
“Sudah saya tanya, tapi ya belum juga (dikeluarkan izinnya),” kata Darmin kepada wartawan, di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Jumat (29/3).
Dia menjelaskan, izin impor bawang putih harusnya sudah dikeluarkan Kemendag sejak sepekan lalu. Namun hingga kini, izin impor tersebut belum kunjung keluar. Di sisi lain, masyarakat Indonesia akan menghadapi momentum bulan Ramadhan yang diprediksikan meningkatkan kebutuhan bawang putih.
Akan tetapi, dia juga menyatakan, keterlambatan izin impor bawang putih tidak terlalu berpengaruh terhadap harga bawang lokal di pasaran.
Sebelumnya diketahui, pemerintah mengeluarkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) sebanyak 100 ribu ton melalui Perum Bulog dengan anggaran sebesar Rp 500 miliar. Impor yang dilakukan Bulog adalah istimewa, karena Bulog tak diwajibkan menanam mengikuti Peratuan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38/Permentan/HR.060/11/2017 tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Importir, sesuai peraturan ini, harus menanam bawang putih untuk menghasilkan produksi 5 persen dari volume permohanan RIPH.
(azs)