POJOKBANDUNG.com – Dukungan untuk Juan Guaido terus mengalir. Kemarin (28/1) giliran Australia yang mengakui politikus Partai Voluntad Popular itu sebagai presiden sementara Venezuela. Sebelumnya, Israel lebih dulu mengakui rival politik Presiden Nicolas Maduro itu sebagai pemimpin interim.
Sejauh ini, Guaido sudah mendapatkan dukungan dari 20 negara. ’’Kami mendesak semua pihak bekerja secara konstruktif demi solusi damai,’’ ujar Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne seperti dikutip Reuters.
Meski negara tetangganya mendukung Guaido, Selandia Baru tidak lantas ikut-ikutan. Negara yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Jacinda Ardern itu bersikap seperti Uni Eropa (UE). Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters menegaskan, negaranya tidak akan mengakui salah satu pihak sebagai pemimpin Venezuela. ’’Venezuela harus menentukan masa depannya lewat pemilu yang jujur dan adil,’’ tegasnya.
Sementara itu, Guaido dan Maduro berusaha keras merebut hati militer. Bersama Menteri Pertahanan Vladimir Padrino, Maduro meninjau latihan militer di Fort of Paramacay, Valencia, Carabobo, Minggu (27/1).
Dia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa militer masih mendukungnya. Momen itu juga dimanfaatkan untuk pamer kekuatan tempur Venezuela. Maduro menginspeksi senjata dan kendaraan perang buatan Rusia yang mereka miliki. Mulai tank hingga peluru antipesawat.
Venezuela menginginkan perdamaian. Demi mewujudkan perdamaian, kami harus selalu siap siaga,’’ ujar Maduro. Dia menambahkan bahwa tidak ada seorang pun yang bakal menghormati pengkhianat, orang lemah, dan pengecut. Sindiran itu dia alamatkan kepada Guaido.
Rencananya latihan militer yang lebih besar digelar pada 10–15 Februari. Maduro menyebutnya sebagai latihan paling penting dalam sejarah Venezuela. Kampanye online dengan slogan Selalu Setia, Tak Pernah Berkhianat juga terus digaungkan.
Dalam kesempatan itu, Maduro juga menanggapi gerakan untuk mengajak para serdadu Venezuela berkhianat. Menurut dia, setiap hari ada ribuan pesan yang dikirimkan ke prajurit-prajurit Venezuela lewat WhatsApp dan media sosial lainnya. Isi pesannya adalah seruan untuk berkhianat terhadap Maduro. Kabarnya, pesan-pesan itu disebarluaskan dari Kolombia.
Di lain pihak, Guaido menawarkan amnesti untuk merangkul militer. Melalui pamflet yang disebar para pendukungnya, tokoh 35 tahun itu meminta dukungan militer. Dia juga mendesak angkatan bersenjata tidak berlebihan menghadapi warga sipil yang turun ke jalan dan menggelar aksi anti pemerintah.
’’Saya memerintah kalian untuk tidak menembak, tidak menindas rakyat,’’ ujar Guaido. Dia juga menyerukan aksi massa selama dua jam pada Rabu besok (30/1). Aksi itu bakal disambung dengan unjuk rasa berskala nasional dan internasional pada Minggu (3/2).
Tidak semua pendukung Guaido menyetujui tawaran amnesti bagi para personel militer tersebut. Terutama yang pernah menjadi korban kebengisan militer. Mereka tetap menuntut keadilan. Mereka berharap serdadu-serdadu yang keji mendapatkan hukuman setimpal.
Salah satunya Bonny de Simonovis, istri Ivan Simonovis. Ivan adalah kepala polisi sebelum ditangkap pada 2002 dan menjadi tahanan rumah. ’’Amnesti itu baik selama tidak diberikan kepada pelanggar HAM,’’ tegas Bonny. Berbagai lembaga HAM menuding banyak anggota militer yang terlibat pembunuhan tanpa peradilan, penyiksaan, dan penahanan ilegal.
Ketidakpastian politik dan krisis ekonomi gila-gilaan memaksa penduduk Venezuela lari dari negaranya. Berdasar pengamatan Badan Pengungsi PBB (UNHCR), per hari ada sekitar 5 ribu orang yang meninggalkan Venezuela. Mereka lari karena kelaparan dan tak mampu membeli kebutuhan pokok. Apalagi, kini inflasi mencapai 1,3 juta persen.
’’Ini bukan lagi tentang politik, tapi tentang cara bertahan hidup. Orang saling bunuh hanya karena 1 kilogram beras, tepung, dan air,’’ ujar Ronny, salah seorang penduduk Karakas.