POJOKBANDUNG.com – Bandung menjadi kota langganan Banjir setiap musim hujan. Baik hujan dengan intensitas besar maupun hujan ringan, lama atau sebentar pasti terjadi genangan di beberapa titik.
Hal ini dipicu karena drainase Kota Bandung tidak berfungsi dengan baik. Selain itu juga, sungai meluap akibat sedimentasi atau endapan begitupun sampah plastik yang menyumbat aliran sehingga mengakibatkan banjir cileuncang. Adapun titik yang perlu diwaspadai seperti di Sungai Citepus Pagarsih, Pasteur, Cinambo, Cisaranten, juga Cikapundung.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Arief Prasetya menjelaskan, beberapa daerah yang tergenang oleh banjir cileuncang diantaranya adalah Jalan Rumah Sakit, perempatan Gedebage, Jalan Ahmad Yani, Cikutra Barat, Jalan Laswi, Jalan Sukabumi, Pasar induk Gedebage, Jalan Ir Djuanda (Dago) Ranca Cili, Kiara Condong, Jalan Sabang dan Jalan Cakranegara dan lainnya. Ketinggian air rata-rata mencapai 30 sentimeter.
“Penyebabnya rata-rata karena drainase tidak mampu menampung air sehingga meluap ke jalan,” kata Arief, Kamis (22/11).
Pengamat Tata Kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Denny Zulkaidi mengatakan, drainase di wilayah Kota Bandung tidak berfungsi. Hal ini terbukti saat hujan tiba secara otomatis ruas Jalan hingga gang-gang pemukiman terendam akibat banjir cileuncang.
Pemerintah Kota Bandung seharusnya bisa mengantisipasi terjadinya banjir. Selain bencana musiman juga sudah mengatahui titik yang rawan terjadinya banjir. Dalam mengantisipasi banjir pun harus secara menyeluruh yakni dari hulu hingga hilir.
“Jika atasnya diperbaiki maka bawah juga. Atau kemarin adanya tol air yang Utara dipercepat tapi di Selatannya tidak diatasi, sehingga tidak tertampung dan semakin besar banjir,” kata Denny, Sabtu (24/11).
Selain tol air, hadirnya kolam retensi untuk menampung debut air yang mengalir di wilayah Bandung Raya. Namun kehadiranya kini belum maksimal karena masih membutuhkan kolam retensi yang lebih banyak juga tepat lokasinya agar fungsi dan manfaatnya terasa di masyarakat.
“Kalau sekarang, lihat dari buktinya saja di lapangan. Kalau masih banjir artinya belum berhasil,” ujarnya.
Denny menegaskan saat ini bukan lagi mempertanyakan berfungsi atau tidak berfungsi, berdampak atau tidak, namun pertanyaanya apakah upaya Pemerintah yang sudah dilakukan? Misal pembangunan kolam retensi tapi masih banjir karena baru satu atau dua kolam. Maka harus ditambah.
“Kalau baru sedikit ya wajar (banjir) tapi kalau sudah banyak belum berhasil? Iya pastinya cukup berat untuk menangani. Maka tidak cukup ditangani dengan usaha yang biasa tapi harus luar biasa,” tuturnya.
Soal bencana Hidrologi yang ada di Indonesia dan 60 persen terjadi di Jawa Barat. Tetap harus menjadi perhatian. Terlebih saat ini di penduduk Bandung semakin padat.
“Sekarang mah penuh dengan manusia maka harus ditata. Bagaimana menahan di hulu selama mungkin lalu mengalirkan ke hilir secepat mungkin,” ungkapnya.
” TeruaTerua bermanfaat untuk menyimpan air jangan dibuang-dibuang. Lebih baik ditampung ke dalam tanah untuk kebutuhan di Kota Bandung karena air tanahnya turun,”jelasnya.
Kolam retensi salah satu cara untuk menampung dan meresapkan air yang dimaksudkan sebagai cadangan air di musim kemarau.
“Tapi yang saya ragu, kalau Pemerintah bisa mengelola dengan baik kolam retensi di cekungan Bandung. Saya tidak tahu tepatnya dimana saja, tapi saya tahu kalau di hilirnya banjir artian hulunya tidak tertahan dan tertampung,” ujarnya.
Selain itu, partisipasi masyarakat dalam menahan air di kapling atau rumahnya jangan langsung dialirkan ke selokan. Misal dengan membangun biopori, sumber resapan, sehingga bisa untuk menampung air dan tidak dibiarkan mengalir begitu saja.
(ona)