POJOKBANDUNG.com, CIMAHI – Hingga bulan Oktober 2018, Dinas Kesehatan Kota Cimahi mencatat sekitar 377 orang terjangkit HIV/Aids. Jumlah tersebut masih berpotensi bertambah.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Cimahi, dr. Romi Abdurrahman mengatakan, jika kaum gay menjadi yang paling banyak terjangkit penyakit HIV/Aids.
“Paling banyak itu kaum gay, disusul pengguna narkotika. Resiko penularan HIV/Aids pada kaum gay atau LGBT, itu akibat aktivitas seksual mereka yang tidak aman karena berganti pasangan,” ujar dr. Romi saat ditemui di Kantor Pemerintahan Kota Cimahi, Jumat (26/10).
Melihat angka penderita HIV/Aids pada 2018, jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2016, yang faktor risiko hubungan seksual sebanyak 307 kasus. Sedangkan untuk 2017, mulai dari Januari sampai April, telah dikonfirmasi 313 kasus HIV/Aids akibat hubungan seks.
“Sekitar 10 tahun yang lalu, kasus HIV/Aids tertinggi itu disebabkan oleh penggunaan jarum suntik yang bergantian. Untuk sekarang justru berbalik. Dibandingkan akibat jarum suntik, HIV/Aids tertinggi itu akibat hubungan seks,” katanya.
Dia melanjutkan, jika dirinci, kasus penularan HIV/Aids dari ibu ke anak sebanyak 18 kasus atau sebesar 6 persen, penularan akibat perilaku transeksual sebesar 60 persen, dan yang melalui jarum suntik sebesar 34 persen.
“Untuk penderita laki-laki sebesar 67 persen dan perempuan 27 persen serta waria 6 persen. Peningkatan kasus penularan kasus HIV/Aids di Kota Cimahi hampir seluruhnya lewat hubungan seksual,” bebernya.
Penularan virus HIV sebenarnya bukan karena masalah orientasi seksual seseorang, namun lebih menitikberatkan pada seperti apa perilaku orang tersebut dalam melakukan hubungan seksual dengan pasangannya ataupun.
“Di Kota Cimahi dan Bandung Raya, tren penularan virus HIV justru lebih banyak melalui LGBT, khususnya pada kategori gay dan waria atau LSL (Lelaki Seks dengan Lelaki),” tegasnya.
Untuk antisipasi agar tidak bertambahnya penderita HIV itu, Dinkes Kota Cimahi mengimbau agar masyarakat tidak melakukan perilaku yang beresiko, seperti hubungan seks bebas dan mengunakan narkotika dengan jarum suntik secara bergantian.
Selain itu, kelompok waria, gay, wanita pekerja seksual (WPS) dan Pengguna Napza suntik (Penasun) yang ada di Kota Cimahi kerap diperiksa kesehatannya untuk antisipasi penularan penyakit HIV.
“Tapi kalau setelah diperiksa mereka positif HIV pasti akan kami tangani dan diberikan pengobatan secara berkala. Bisa juga kami rujuk ke RS Dustira sebagai mitra penanganan HIV/Aids,” tandasnya.
Sementara itu, Pengurus Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Cimahi, Kin Fathuddin, mengatakan resiko penularan akibat aktivitas seksual sesama jenis memang lebih besar ketimbang mereka yang heteroseksual.
“Mereka itu jarang memikirkan bagaimana dampak dari aktivitas hubungan seksual tidak aman yang dilakukan. Apalagi ketika mereka sudah bertemu dengan kelompoknya,” tuturnya.
Resiko terjangkit semakin meningkat tatkala gay yang bertransformasi menjadi waria melakukan transaksi seksual dengan dalih memenuhi kebutuhan ekonomi.
“Ketika mereka melakukan transaksi, tentu tidak akan jelas bagaimana asal-usul dan kondisi kesehatan dari pelanggannya. Akhirnya, resiko tertular atau terjangkit HIV/Aids semakin besar lagi,” tegasnya.
(dan)