Kementerian Kesehatan pada 2015 lalu menggelar Survei Diet Total untuk masyarakat Indonesia yang menunjukan data bahwa masyarakat Indonesia masih kekurangan pasokan energi. Itu belum termasuk kekurangan asupan gizi lainnya, sehingga konsumsi gula secara wajar tidak menjadi persoalan karena unsur makanan ini adalah sumber energi.
Kondisi tubuh yang kekurangan energi justru berbahaya bagi tumbuh kembang anak. Sebab, tubuh secara otomatis akan memenuhi kebutuhan energinya dengan mengambil protein dan lemak pada tubuh. Padahal, dua unsur makanan tersebut merupakan kebutuhan utama bagi pertumbuhan.
Survei Diet Total tahun 2014 juga menemukan bahwa pada anak balita di Indonesia, rata-rata konsumsi susu kental manis tergolong rendah yaitu hanya 9,4 gram per hari dan hanya memberikan kontribusi konsumsi gula yang juga rendah yaitu hanya 5 gram per hari, masih jauh di bawah anjuran WHO mengenai konsumsi gula tambahan yang dibolehkan yaitu 50 gram per hari.
Ketua PERGIZI Pangan Prof.Dr. Ir. Hardinsyah menyatakan, berdasarkan Survei Sosial dan Ekonomi Nasional pada tahun 2016, rumah tangga masyarakat kota maupun desa di Indonesia paling banyak membeli susu jenis kental manis sebesar 66,1%.
Edukasi gizi merupakan tanggung jawab bersama dari pemerintah, dunia akademik dan industri. Semua pemangku kepentingan diharapkan memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak terjadi keresahan dan kebingungan dengan informasi yang beredar.
Sementara, masyarakat perlu bijak dalam menyikapi informasi yang beredar, tidak panik dan meningkatkan pengetahuannya mengenai gizi seimbang serta kebutuhan dan kecukupan gizi. Informasi harus diperoleh dari ahli gizi yang kompeten.
“Regulasi terkait iklan dan pembatasan konsumsi makanan bergula harusnya diawali dan disertai dengan fakta (eviden) yang kuat dan edukasi gizi yang tepat. Konsekuensi misregulasi bisa menimbulkan masalah baru termasuk masalah ekonomi dan kesehatan masyarakat.” tutup Hardinsyah.