Buku-buku itu, kemudian harus dapat diakses masyarakat sehingga dapat memiliki perspektif yang memadai terhadap fakta yang terjadi. Subjektivitasnya dibangun diatas pondasi objektivitas, bukan sebaliknya.
”Jadi kegiatan nobar ini harus di ikuti dengan kegiatan membaca buku-buku sejarah yang boleh jadi saling bertentangan persfektifnya terhadap peristiwa G30S/PKI,” tambahnya.
Ade menilai, sejarah itu sudah seharusnya menjadi wacana yang terbuka, bukan menjadi milik pemegang otoritas. justru ketika sejarah ditabukan untuk diwacanakan, yang terjadi adalah pemahaman yang tidak utuh, miskin rasionalitas.
“Ini berlaku bagi yang pro ataupun yang kontra terhadap sejarah yang dipublikasikan lewat media,” pungkasnya.