“Pemberian bantuan dari pemerintah juga seperti biaya sekolah anak gratis, itu masuk dalam pendapatan juga, tapi ketika ditanya mereka suka lupa bahkan tidak menjawab. Makanya, pola konsumsi yang kami gunakan mengikuti lembaga survey Internasional (PBB),” terangnya.
Meski begitu, Sidik menilai survey yang dilakukan BPS memang tidak sampai tingkat RT dan RW, bahkan bertanya satu persatu. Alasannya, selain SDM dan anggaran yang terbatas juga kepentingan BPS tidak memiliki tendensi hingga wilayah terkecil, melainkan hanya mengambil sempel kemudian dicocokkan sebagai statistik dasar untuk disajikan ke tingkat provinsi dan nasional.
“BPS hanya menentukannya dengan rasio kemudian mengambil sampel dan memastikan berapa persentasenya,” terangnya.
Sidik mengaku, survei biasanya dilakukan dua kali dalam setahun, Maret dan September. Sedangkan hasilnya akan publis di tahun berikutnya. Misalnya, survei 2016 BPS Kota Bandung akan merilis hasilnya pada triwulan pertama, April 2017.
“Hasil survey memang butuh waktu untuk disajikan hingga berbentuk data, makanya prosesnya sedikit lama,” pungkasnya.
(arh)