POJOKBANDUNG.com – Pembuktian adanya pelanggaran monopoli oleh air mineral bermerek, cukup dengan dua alat bukti saja. Namun pihak Tim Investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang dipimpin Arnold Sihombing ingin menghadirkan para saksi lebih banyak lagi agar lebih meyakinkan.
Mereka adalah para saksi yang telah menjadi korban intimidasi dari pihak PT Balina Agung Perkasa sebagai distributor tunggal produk air mineral bermerek dan PT Tirta Investama sebagai produsen air mineral bermerek.
Penjualan Le Minerale yang semakin melesat di pasar membuat pihak air mineral bermerek melakukan berbagai cara untuk menghambatnya. Pada Rabu (23/8) lalu, Tim Investigator KPPU menghadirkan saksi korban intimidasi air mineral bermerek bernama Edy pemilik Toko Noval yang bertempat tinggal di kawasan Cimanggis.
Edy telah berjualan AMDK sejak tahun 2010 dengan jumlah karyawan empat orang. Di Toko Noval, Edy menjual AMDK dengan air mineral bermerek, Le Minerale, 2 Tang, Vit, Sanqua dan Club dengan berbagai kemasan dan ukuran. Toko Noval mendapat status Star Outlet (SO) dari PT Balina Agung Perkasa pada tahun 2015.
Dalam kesaksiannya, Edy menjelaskan dirinya sejak bulan Juli 2016, diminta oleh Ace selaku Supervisor PT Balina Agung Perkasa cabang Cimanggis, untuk tidak memajang produk Le Minerale.
“Penjualan Le Minerale sedang bagus. Akibatnya saya diminta Pak Ace supaya tidak memajang produk Le Minerale dan kalau bisa diumpetin. Kemudian produk Le Minerale saya taruh di belakang. Kondisi ini jelas tidak nyaman bagi saya,” ucap Edy dalam kesaksiannya di depan Sidang Majelis KPPU, Rabu (23/8/2017) lalu.
Imbauan atau larangan itu tidak terjadi sekali saja. Selain lewat telepon kadang juga secara langsung disampaikan pihak air mineral bermerek secara lisan. Puncak larangan terjadi sehari sebelum Edy mengikuti gathering yang diadakan Le Minerale pada Minggu, 20 September 2016. Pada hari Sabtu 19 September 2016, datang tiga orang dari PT BAP dan PT Tirta Investama yang mengingatkan agar tidak memajang dan tidak lagi menjual Le Minerale.
“Beberapa hari setelah saya mengikuti gathering Le Minerale, saya didatangi oleh Pak Pepen dari Balina Cimanggis dan Pak Moko dari PT Tirta Investama. Saya disuruh mengisi questioner. Setelah saya mengisi questioner itu ternyata status saya saat itu diturunkan dari SO menjadi WS (Whole Seller). Saking marah dan emosi questioner yang sudah saya isi saya robek-robek! Saya bilang tidak terima dan itu tidak adil. Anda yang bersaing, pedagang yang jadi korban! Terus kata Pak Moko katanya hanya menjalankan tugas dari Perusahaan,” tutur Edy.
Karena status sudah diturunkan, Pepen menyarankan supaya Edy belanja dengan menggunakan nama toko lain agar tetap mendapat harga SO. Begitu muncul surat somasi dari Le Minerale sekitar seminggu setelah gathering, pihak Balina tidak mengusik lagi.
Sedangkan pada sidang sehari sebelumnya, yang digelar pada Selasa (22/8)lalu, Tim investigator KPPU mendatangkan saksi bernama Yuli, pemilik Toko Yania.
Toko Yania berlokasi di Jalan Raya Narogong Bekasi. Yuli mengaku menjual beragam merek air minum dalam kemasan (AMDK) di tokonya, termasuk air mineral bermerek, Le Minerale, Vit, dan Batavia.
Toko Yania terdaftar sebagai Star Outlet (SO) atas produk AMDK air mineral bermerek dan Le Minerale. Dalam kesaksiannya, Yuli mengaku pernah diminta untuk tidak menjual produk Le Minerale.
Menurut Yuli, memajang produk Le Minerale di bagian depan tokonya. Yuli pun mempertanyakan permintaan tersebut karena berasa itu hak toko untuk memajang. Yuli diminta untuk meletakkan produk Le Minerale di paling belakang. “Saya taruh di tengah. Dia datang lagi, tanya kenapa saya masih pajang Le Minerale, bilangnya tolong taruh di belakang,” ungkap Yuli.
Pertemuan kedua diakui Yuli terjadi sekitar Agustus 2016. Setelah itu, pada September 2016, pihak perusahaan air mineral bermerek dan Balina kembali mendatangi Toko Yania milik Yuli. Setelah diancam berkali-kali, Yuli terpaksa mengikuti permintaan tersebut hingga menaruh stok Le Minerale di dalam kamar. Menurut Yuli, pertemuan ketiga adalah klimaks.
“Dia datang ke gudang saya, sidak gudang saya. Dia menemukan Le Minerale 500 karton. Dia mencak-mencak sama saya,” jelas Yuli.
Menurut Yuli, ia diminta untuk menyingkirkan produk Le Minerale dalam waktu seminggu. Dia mengancam jika tidak dilakukan, maka status SO yang dipegangnya akan dicabut.
Perkara dugaan Monopoli oleh air mineral bermerek ini bermula dari laporan para pedagang ke Kantor KPPU pada September 2016. Kemudian PT Tirta Fresindo Jaya melayangkan somasi terbuka terhadap PT Tirta Investama di surat kabar pada 1 Oktober 2016.
Somasi ini selanjutnya ditanggapi oleh KPPU. Dalam kasus ini, PT Tirta Investama selaku produsen air minum dalam kemasan air mineral bermerek dan PT Balina Agung Perkasa diduga melakukan pelanggaran Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, tentang larangan praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (apt)