POJOKBANDUNG.com – Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mendaftar ke partai politik untuk mengikuti penjaringan Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot), sudah “bermain” di ranah politik praktis.
“Seharunya, ketika ASN mendaftarkan diri untuk ikut Pilwalkot secara etika mereka mengundurkan diri. Karena separuh dirinya sudah berpolitik praktis,” kata pakar Hukum Tata Negara Unpar, Asep Warlan Yusuf, kepada wartawan, Jumat (25/8/2017).
Asep mengatakan, seharusnya ASN bisa bersikap netral dan tidak memihak kepada individu, golongan dan partai politik mana pun.
Ketika ASN melakukan politik praktis, secara etika dinilai tidak etis. Sehingga seharusnya mendapat teguran dari pimpinan.
“Jika sekda (yang mendaftar) berarti harus ditegur oleh gubernur, kalau pejabat eselon II, harus mendapat teguran dari wali kota,” terangnya.
Baca Juga:
Kemungkinan Demokrat Usung Artis Hengky Kurniawan di Pilkada KBB
Kosgoro 1957 Dukung Penuh Dedi Mulyadi dan Nurul Arifin di Pilkada Serentak 2018
Pilwalkot Bandung di Depan Mata, Nurul Arifin Masih Wait And See
Untuk kasus yang lebih tinggi lagi, ASN yang bersangkutan bisa diberhentikan secara tidak hormat karena melanggan Undang-undang Kepegawaian.
“Dalam contoh ekstrem, menyatakan dukungan kepada salah satu pasangan calon saja itu sudah dibilang politik praktis. Apalagi jika terjun dan mendaftar langsung sebagai calon,” terangnya.
Luis Milla Tak Gerogi Hadapi Pendukung Malaysia, Sebab…. – Pojok Bandung https://t.co/FULqvtbM5O
— Pojok Bandung (@pojokbandung2) August 25, 2017
Jadi yang menjadi masalah di sini, bukan soal pekerjaan sebagai ASN yang akan terbengkalai atau tidak. Melainkan masalah netralitas dan masuk ke ranah politik.
Berhentinya ASN dari posisinya sebagai aparatur negara ketika mendaftar sebagai calon, untuk mencegah tindakan spekulasi.
“Jangan sampai ada pikiran, kalau tidak terpilih jadi pemimpin daerah, ya kembali saja jadi ASN,” tambahnya.