“Ini bukan hanya untuk umat Islam, tapi untuk seluruh agama,” ujar sekretaris jenderal Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) itu.
“Karena radikalisme itu ada pada semua agama. Kebetulan saja karena di Indonesia ini mayoritas beragama Islam maka radikalisme yang menguat itu adalah radikalisme yang mengatasnamakan agama Islam.”
Musdah menjelaskan, di tiap-tiap negara juga ada radikalisme atas nama agama yang mayoritas.
Baca Juga:
Miris! Cerita Seks dari Istri-istri ISIS yang Melarikan Diri
Radikalisme di Indonesia Belum Tentu Negatif, Begini Kata Intelijen Jabar
Di Sinikah Jamaah Ansor Daulah Melakukan Pelatihan? Simak Penelusurannya
“Radikalisme dan fundamentalisme itu ada pada semua agama, ada pada semua kepercayaan,” imbuhnya.
“Kelompok-kelompok inilah adalah kelompok yang frustrasi dan tidak puas dengan kondisi sekelilingnya. Dia tidak puas dengan kondisi negara, dia tidak puas dengan kondisi pemerintahan yang ada.”
Orang-orang yang tidak puas ini, menurutnya, ada di mana-mana. Mereka boleh saja tidak puas dengan kondisi yang ada tapi tak boleh melakukan aksi-aksi yang dapat menyengsarakan orang lain.
“Boleh saja tidak puas dan kecewa, tetapi kekecewaan itu jangan diungkapkan dalam bentuk aksi-aksi yang brutal dan merugikan sesama manusia,” kata Musdah.
“Namun, kekecewaan itu mestinya bisa dijadikan sebagai bahan instorpeksi bagi kita apakah kita ini sudah berbuat baik buat seluruh umat, bangsa, negara atau agama.”