Ia yakin, warga Bandung adalah orang yang mampu melihat perbedaan sebagai persaudaraan. Namun ada satu yang membuatnya ragu, karena tidak semua perbedaan yang sepenuhnya diterima dengan tulus. Contohnya perbedaan yang menimpa pada kaum waria.
“Dia ada tapi keberadaannya sering tak diinginkan dan dihindari, malah justru dilecehkan,” ujarnya. “Saudara kita itu kaum waria.”
Tiba-tiba, di kursi pengunjung ada seorang waria yang ngacung. Aksi spontan itu langsung mendapat sambutan positif dari hadirin. Bahkan Shinta sempat terperangah.
Waria atau kaum transgender, lanjut Shinta, sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. “Apakah mereka bukan ciptaan Tuhan, apakah mereka tak lahir dari rahim perempuan?”
Shinta menjawab sendiri pertanyaan itu, bahwa kita lahir dari rahim perempuan.
“Kalau kita tak memperlakukan mereka (waria) dengan baik, siapa yang pertama kali merasa tersayat? Ibu. Artinya sama dengan menyakiti hati seorang ibu. Karena itu marilah saudara kita itu kita rangkul berasama, karena mereka (waria) saudara kita sendiri.”
Acara tersebut ditutup dengan dialog singkat. Anwar, salah seorang hadirin yang juga warga Kelurahan Kebon Pisang, megaku senang kelurahannya kedatangan tokoh sekelas Shinta.
Anwar juga berharap Shinta tak hanya mengunjungi Bandung, melainkan datang pula ke daerah-daerah lain di Jawa Barat. Dengan begitu, kebinekaan Jawa Barat semakin diperkuat.
“Kita adalah bineka tunggal ika. Alhamdulillah tahun ini Ibu Shinta ke Jabar mempersatukan Jabar. Mari kita rengkuh kebinekaan ini,” ujar Anwar, semangat.
Selanjutnya, acara pun ditutup dengan buka puasa bersama. Bungkusan takjil dibagikan oleh non-muslim kepada muslim yang berpuasa. Rencananya, rombongan Shinta akan melanjutkan prorgam serupa ke Cirebon dan luar Jawa.