KH Abdul Azis pun menjelaskan maksud harus ekonomi tersebut. Maksudnya ialah para santri harus paham dan mampu membuat usaha, agar kelak dapat mandiri dan berjuang dengan uangnya itu untuk kehidupannya.
“Bagi saya, santri ngajar sudah karakter, santri membuat madrasah sudah karakter, dan melakukan kegiatan sosial pun karakter. Tapi, jika santri usaha sepertinya belum. Intinya, kami ingin santri ini hebat-hebat mentalnya bukan mental peminta melalui proposal. Saya mah nggak mau kayak gitu,” katanya.
Selain dari segi arsitektur, KH Abdul Azis menyebut peninggalan yang masih ada ialah kurikulum (sistem), seperti wiridan bakda salat, pelajaran fikih, serta pelugatan kitab kuning menggunakan logat Sunda.
“Pertama yang menggunakan lugat Sunda, ya, zaman Mama Dimyati, tetapi tetap ketika menerangkan memakai bahasa Indonesia,” ucapnya seraya mengungkapkan bahwa keberadaan Ponpes Sukamiskin hingga saat ini karena adanya keberkahan di samping kurikulum yang kuat. Sebab, meskipun kiainya meninggal, pesantren akan tetap berjalan jika sistemnya kuat dan kokoh.
(cr2)