Pondok Pesantren Sukamiskin Bandung Banyak Lahirkan Ulama Besar Hingga Pahlawan Nasional

Para pengurus Pondok pesantren Sukamiskin

Para pengurus Pondok pesantren Sukamiskin

“Masa keemasan orang terdahulu sangat kita ikuti jejeknya, namun kita yang hidup di jaman sekarang juga harus lebih mampu memaknai dan mewarnai kembali masa keemasan itu,” ujar dia.

Pondok Pesantren mengalami kevakuman selama kurang lebih dua tahun, karena terhambat dengan adanya peperangan menjelang kemerdekaan Indonesia. Bahkan di beberapa titik bangunan terdapat lokasi yang pernah di bom oleh pesawat belanda pada waktu itu.

BACA: Serunya Pesantren Kilat Ramadan Sambil Bikin Film

“Setelah negara aman kembali dan kemerdekaan pun sudah diproklamirkan, maka K.H.R Haedar Dimyati, putera dari K.H.R.A. Dimyati mulai merintis kembali ke Pondok Pesantren yang semula sudah mengalami kevakuman itu dan berhasil memulihkan kembali seperti keadaan semula walaupun dalam jangka waktu yang agak lama. Pondok Pesantren Sukamiskin pada periode ke III ini, keadaannya cukup baik walaupun tidak sebaik periode ke II,” kata dia.

Periode ke III berakhir karena K.H.R. Haedar Dimyati meninggal dunia pada tahun 1967 dalam usia yang masih muda karena menderita penyakit yang mengakibatkan beliau pulang ke rahmatullah.

Sepeninggalnya, pimpinan Pondok Pesantren dipegang langsung oleh istrinya R.H. Siti Romlah Binti K.H.R. Muhammad Burhan (Pendiri dan Pimpinan Pesantren Cijaura Buah Batu Bandung), dan adiknya K.H.R. Sofwan, sementara putera K.H.R. Haedar, yaitu R. Abdul Aziz menuntut ilmu pengetahuannya di Pesantren Lirboyo Kediri yang dipimpin oleh K.H. Makhrush Ali.

“Tetapi sebelum selesai masa belajarnya R. Abdul Aziz, kakaknya (Puteri sulung K.H.R. Haedar) menikah dengan salah seorang siswa yang terkemuka  KH Imam Shonhaji  (juga siswa Pesantren Lirboyo Kediri, sebelum menimba ilmu di Pesantren Sukamiskin). Maka sejak itulah pimpinan Pondok Pesantren beralih kepadanya KH. Imam Sonhaji,” imbaunya.

Sepanjang perjalanan 36 tahun, kata KH Abdul Azis, Ponpes Sukamiskin terus mengembangkan ilmu-ilmu tentang tariqah. Namun, setelah kedatangannya dari penimbaan ilmu di Mekah, Kiai Dimyati mengubah atau meningkatkan Ponpes Sukamiskin ini menjadi lebih terarah, dengan adanya penerapan klasifikasi, kurikulum, dan usia mondok (pesantren) selama delapan tahun mulai nol A, nol B, hingga enam.

loading...

Feeds