Dia kemudian merancang stasiun pemancar radio yang bisa dikemas dalam dua koper ukuran jumbo. Satu koper khusus untuk antena dan baterai. Satu lagi untuk perkakas seperti mikser, pemutar musik, mikrofon, dan transmitter (pemancar).
Anak ketiga di antara sembilan bersaudara itu menjelaskan, perlengkapan stasiun radio portabel yang dikemas dalam dua koper selesai dirakit. Perakitannya digarap bersama relawan JRKI lain di Jogjakarta.
Dua koper itu lalu diterbangkan saat penanganan bencana meletusnya Gunung Sinabung pada 2013.
Sayang, setelah tiba di Medan, banyak perlengkapan di dalam koper yang kocar-kacir. Iman dan rekan-rekannya harus merakit ulang. Mereka butuh beberapa hari untuk menyelesaikannya.
Memasuki 2016, Iman semakin serius mendesain stasiun radio yang portabel. Mudah dibawa ke lokasi bencana. Ringan dan trendi.
Menurut pengakuan anak (alm) Enceng Nurul Ain dan (alm) Ukho Khotimah itu, sampai saat ini belum ada stasiun radio portabel yang dijual umum.
’’Yang ada radio militer. Tetapi, itu modelnya radio handie-talkie (HT). Bukan pemancar radio untuk siaran umum,’’ jelas pria kelahiran Tasikmalaya, 20 April 1977, itu.
Iman lalu meminta bantuan kenalannya di Jepang untuk membuatkan aplikasi penyiaran radio yang praktis. Aplikasi tersebut diberi nama Mobile Radio Station. Aplikasi itu memiliki banyak fungsi.
Mulai mikser, pemutar musik, hingga channel untuk siaran. Tinggal pencet menu on air, suara radio yang keluar dari smartphone sudah bisa didengar. Tentu saja tetap membutuhkan transmitter dan antena untuk menyiarkannya.
Dengan aplikasi tersebut, Iman bisa menghilangkan sejumlah komponen yang besar-besar dan merepotkan, yakni mikser, pemutar musik, dan mikrofon. Dengan begitu, komponen stasiun radio yang banyak bisa dikurangi dan praktis.