POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Terinspirasi repotnya mendirikan stasiun radio darurat di lokasi bencana, Iman Abdurrahman menciptakan stasiun radio portabel yang bisa dibawa dengan tas ransel. Karya itu menjadi nomine peraih penghargaan dari PBB.
Penanganan bencana tsunami Pangandaran 2006 masih membekas di ingatan Iman Abdurahman. Sebagai pengurus Jaringan Radio Kamunitas Indonesia (JRKI), dia terlibat dalam aksi kemanusiaan itu.
Dia menjadi relawan yang bertugas menyiapkan stasiun radio di sekitar lokasi Pantai Pangandaran yang baru saja tersapu tsunami.
Saat itu Pemprov Jawa Barat menyiapkan peranti stasiun radio komplet untuk didirikan di lokasi bencana. Paling banyak komponen tiang antena.
’’Peralatan itu dari Bandung, diangkut dengan satu truk,’’ cerita Iman ketika ditemui di rumahnya, kawasan Dago, Bandung, Rabu (17/5/2017) lalu.
Dalam penanganan bencana, keberadaan stasiun radio penyiaran di sekitar lokasi sangat urgen. Terutama untuk mempercepat proses evakuasi korban, pemetaan kondisi bencana, dan penyaluran bantuan logistik.
’’Saat itu radio paling dekat ada di Ciamis. Itu pun lebih banyak menyiarkan lagu-lagu daripada meng-update kondisi bencana,’’ jelas Iman.
Karena itu, perlu segera didirikan stasiun radio di lokasi bencana untuk menyiarkan kondisi riel yang terjadi. Termasuk perkembangan evakuasi korban, kebutuhan logistik yang mendesak, serta penanganan darurat yang lain.
Selain di Pangandaran, Iman dan kawan-kawannya dari JRKI terlibat dalam penanganan musibah meletusnya Gunung Merapi pada 2010. Kala itu mereka mengawal radio darurat yang diberi nama Jalin Merapi.
Seperti halnya di Pangandaran, Radio Jalin Merapi menyampaikan perkembangan penanganan bencana vulkanik tersebut. Termasuk meng-update perkembangan kondisi Gunung Merapi dan menyampaikan kondisi serta jumlah korban di rumah sakit, pengungsian, dan kantong-kantong penampungan korban lainnya.
Sama dengan saat di Pangandaran, perangkat stasiun radio pada kasus Merapi meletus juga sangat banyak. Tidak praktis. Dibutuhkan tenaga ekstra untuk membawa dan merakitnya hingga siap mengudara. ’’Pokoknya ribet,’’ tutur Iman.
Dari beberapa pengalaman membangun stasiun radio darurat di daerah bencana itulah, Iman akhirnya terinspirasi untuk menyederhanakannya.