POJOKBANDUNG.com- EKSPOS gawai alias gadget amat besar di era digital ini. Bahkan, sejak usia dini, anak mengenal gawai. Meski tidak selalu berdampak negatif, penggunaannya harus tetap dibatasi agar tidak sampai adiktif. Kalau sudah telanjur, lakukan diet gawai.
Potret yang kerap terlihat pada masyarakat sekarang, orang tua (ortu) merasa bangga apabila si kecil sudah jago mengutak-atik gawai. Yang juga sering terjadi, ortu memfungsikan gawai sebagai jalan termudah untuk membangun relasi dengan anak.
Saat si kecil rewel, ortu mengalihkannya dengan gawai. Anak tidak mau makan akhirnya dikasih gawai. ”Ketika attachment-nya terlalu lekat, anak jadi ketergantungan. Hal itu akan mengganggu fungsi hidup,” papar Chitra Annisya MPsi, psikolog TigaGenerasi.
Kondisi tersebut memicu problem berikutnya. Anak bisa tantrum gara-gara keinginannya tidak dipenuhi untuk menggunakan gawai. Chitra pun menguraikan pentingnya pembatasan dan pengawasan. Sebelum memberikan gawai kepada anak, sampaikan dulu aturannya.
Misalnya, boleh bermain gawai selama 10 menit. Setelah itu, gawai diambil lagi oleh ortu. Kalau anak rewel, bahkan sampai tantrum, bagaimana? ”Tetap ambil gawainya sambil beri penjelasan dengan lembut. Kalau makin tantrum, biarkan dulu beberapa menit. Setelah anak tenang, ajak beraktivitas nongawai yang menyenangkan buat dia,” tutur Chitra.
Yang termasuk gawai adalah semua yang memiliki layar. Bukan hanya smartphone, tapi juga iPad, laptop, dan televisi. Chitra mengingatkan batasan dari segi usia. Untuk anak usia 0–2 tahun, gawai sama sekali tidak disarankan.
Usia 2–5 tahun, maksimal 1 jam per hari. Ketika melihat ortu sibuk dengan gawai, anak cenderung juga ingin menggunakan gawai. ”Karena itu, simpan gawai saat bersama anak. Pusatkan perhatian hanya kepadanya,” pesan Chitra.