“Masih belum banyak sih wanita yang terjerat radikalisme. Jika melihatnya secara statistik, tapi mencegah kan lebih baik. Namun mereka mengincar wanita yang berusia 15-25 tahun yang notabene masih mencari jati dir,” tambahnya.
Jaringan faham radikalisme diakui Suhardi lebih banyak masuk dari dasar khilafah dan dasar takfiri. Bahkan, lanjutnya, belakangan ini banyak radikalisme dengan faham yang berbeda-beda.
“Setiap negara punya faham radikalisme yang berbeda. Nah, Indonesia memiliki permasalahan yang berbeda pula yang bukan negara islam namun memiliki warga bergama islam paling besar,” imbuh dia.
Hal serupa diungkapkan Ketua Umum Fatayat NU, Anggia R Marini. Menurutnya, wanita adalah poros utama mendidik anak-anak dalam mencintai bangsanya atau sebaliknya.
Ia mencontohkan, banyak guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang mengajarkan bahwa musuh Islam adalah kafir. “Kafir harus dibunuh. Itu kan bahaya banget buat anak-anak dimasa depannya kalau punya pemikiran seperti itu,” ucapnya.
NKRI adalah negara yang sudah terbentuk menuju darulsallam bukan darulislam. “Sebagai organisasi se-Indonesia seharusnya kita sudah membantu Indonesia agar lebih baik. Seluruh da’iyah yang hadir adalah launching awal untuk dijadikan kader yang menyebarkan kebaikan lebih luas lagi,” pungkasnya.