“Sangat jarang yang lamban, misalnya satu klik diproses 10 detik atau lebih. User juga tidak perlu ke bank. Banyak UKM senang dengan ini karena tidak harus meminggalkan pekerjaannya,” ujar Dimitri.
Dosen ITB ini melanjutkan, gambaran besarnya fintech payment, antara lain terlihat di Martabak Andir, Kota Bandung. Menurut riset Sharing Vision, penjualan berbasis pesanan ojek daring bisa mencapai Rp4 juta per hari atau total Rp120 juta/bulan.
Pelaku UMKM Harus Tahu, Membuka Bisnis Sekarang Cukup Daftar Via Online
Google Indonesia Kunjungi UKM Online di Bandung
Demikian pula dengan ibu rumah tangga yang berbisnis sampingan di rumah mengandalkan jasa kurir. Dimitri mencontohkan tetangganya sendiri yang mampu menjual hingga 1.000 selimut per bulan dengan bertumpu basis pembayaran daring.
“Namun dari semuanya itu, perlu diwaspadai sistem keamanannya. Resikonya adalah serangan terhadap sistem fintech. Ini sudah terjadi ke sebuah web ticketing yang kena bobol miliaran rupiah,” pungkasnya.
Head of Bank Indonesia (BI) Fintech Office, Junanto Herdiawan, mengatakan, dalam lima tahun terakhir fintech di Indonesia tumbuh signifikan, dari Rp 3 miliar menjadi Rp 18 miliar. Sebagian besar fintech jenis payment ritel, sekitar 50%.
“Tingginya pertumbuhan fintech menandakan inovasi berjalan dengan baik. Penetrasi UMKM juga menjadi lebih luas dengan adanya fintech dan perputaran uang semakin cepat, sehingga mendorong inklusi keuangan,” katanya.
Ia memprediksi, ke depan fintech akan menjadi substitusi perbankan. Menurut dia, keduanya tidak akan saling mematikan karena masing-masing menyasat pasar yang berbeda. Fintech membidik ceruk pasar yang tidak terlayani perbankan.