POJOKBANDUNG.com- NAMA aslinya Margaretha Gertruida Zelle. Tapi, perempuan ayu dengan hidung bangir itu lebih beken dengan nama panggung Mata Hari. Pada pentas-pentasnya, Mata Hari memang mampu membakar gairah penontonnya.
Carilah gambar-gambarnya di jagat maya. Niscaya Anda akan menemukan perempuan ayu yang hanya memakai kutang sedang menari erotis pada awal abad ke-20.
Tapi, bukan tarian telanjang itu yang membuat nama Mata Hari kian melambung. Pada masanya, Margaretha juga digelari sebagai The Greatest Lady Spy. Perempuan mata-mata nomor wahid.
Dalam gelimang panggung, Mata Hari direkrut sebagai agen spionase berbagai negara. Hingga akhirnya nyawanya dicabut pelor panas agen rahasia Prancis.
Tapi, Siti Aisyah memang bukan Mata Hari. Meskipun perempuan malang asal Serang, Banten, itu juga sedang terlibat konflik yang tidak main-main.
Perempuan berumur 25 tahun tersebut dituduh membunuh orang Korea Utara (Korut). Tak tanggung-tanggung, yang tewas adalah Kim Jong-nam, kakak pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong-un.
Juga, kisah dramatisasi tentang Kim Jong-un dan pemerintahannya yang misterius memang selalu menarik minat media. Tengok saja kabar kematian pamannya, Jang Song-thaek, yang katanya dieksekusi dengan cara diumpankan kepada anjing-anjing kelaparan.
Ternyata eksekusi sadis itu cuma hoax yang dilansir sebuah media kuning di Tiongkok. Sang paman memang dibunuh Jong-un (karena diduga mengancam pemerintahannya), tapi tidak dengan cara yang sadis tersebut.
Dalam pembunuhan kali ini, Siti Aisyah bersama Doan Thi Huong diberitakan sebagai agen khusus Korut. Dia sempat tinggal di Tiongkok sebelum menunaikan tugas mencabut nyawa Kim Jong-nam. Dan kisah beraroma teori konspirasi itu pun jauh melampaui penyelidikan resmi kepolisian Malaysia.
Yang harus diperhatikan oleh pemerintah tentu bukan hanya kisah-kisah itu. Bagaimanapun, Siti Aisyah adalah warga negara Indonesia yang sedang tersangkut masalah hukum di luar negeri. Perlu advokasi. Bagaimanapun hasilnya nanti.
Sebab, ada kemungkinan pula bahwa dia ”hanyalah” perempuan lugu yang tidak tahu-menahu tentang konspirasi di lingkaran Kim Jong-un atau Kim Jong-nam. Ada kemungkinan dia serupa perempuan ”biasa” yang tiba-tiba dititipi barang di bandara. Dan barang itu ternyata narkotika yang membuatnya harus menjalani eksekusi.
Apa pun hasil penyelidikan itu, hak-hak Siti Aisyah sebagai warga negara yang sedang berkonflik dengan hukum harus dipenuhi. Dan advokasi itulah yang harus diusahakan oleh pemerintah saat ini.
Tentang Mata Hari, nama perempuan itu tetap dikenang hingga lama sesudah kematiannya. Dia tidak hanya menghiasi lembar sejarah dunia, tapi juga mengisi ruang-ruang budaya pop. Tak kurang, ada sembilan film tentang dia. Juga enam novel yang mengabadikan namanya.
Tentu Siti Aisyah tak harus berakhir seperti itu. (*)