POJOKBANDUNG.com, JAKARTA – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai banyak lembaga pendidikan kedokteran memang masih belum maksimal untuk mengedukasi para calon pekerja medis di Indonesia.
Hal tersebut terlihat dari 80 persen fakultas kedokteran di Indonesia yang belum mendapat akreditasi memuaskan.
Ketua Umum PB IDI Oetama Marsis mengatakan, jumlah fakultas kedokteran (FK) yang mempunyai akreditasi B dan C masih berjumlah 60 dari total 75 FK di Indonesia.
Hal itu membuktikan bahwa memang banyak lembaga pembentuk dokter masih belum maksimal dalam menghasilkan dokter umum yang berkompetensi penuh.
“Angka peserta yang mengikuti uji kompetensi ulang masih tinggi. Itu artinya, masih banyak lembaga pendidikan yang belum mempunyai kualitas bagus,” jelasnya di Jakarta Jumat (21/10).
Hal tersebut, lanjut dia, juga diakui menjadi dampak dari pemerintah yang kurang dalam mendorong atau mengawasi FK agar lebih baik.
Dia mencontohkan kasus pemberian izin delapan Fakultas Kedokteran tahun ini. Dalam kasus tersebut, tim penilai sebenarnya hanya meloloskan tiga FK dari tujuh yang mengikuti proses pengurusan izin. Namun, justru yang diberikan izin mencapai delapan.
“Bahkan, Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa yang tidak ikut dalam fase penilaian diberikan izin. Hal tersebut perlu dipertanyakan,” tegasnya.
Menurutnya, pemaksimalan pendidikan S1 Kedokteran sebenarnya sudah cukup untuk menyelesaikan keluhan masyarakat terhadap dokter di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
Namun, pemerintah malah membentuk satu lagi prodi setara spesialis yakni Dokter Layanan Primer (DLP).
“Rencana pemerintah terkait DLP ini salah kaprah. Seakan-akan menambah beban bagi dokter namun tak memperbaiki kinerja,” terangnya di Jakarta (23/10/2016).
Dia menegaskan, pendidikan DLP yang digembor-gemborkan setara dengan pendidikan spesialis justru mengamburkan uang dan waktu dokter.
Hanya untuk menguasai beberapa modul tambahan, peserta harus mengeluarkan Rp 300 juta per tahun.
Selain itu, mahasiswa pun harus melepaskan pekerjaannya karena lembaga yang menyediakan hanya hanyalah 17 Fakultas Kedokteran.
“Kalau dibandingkan dengan program P2KB (Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan) dari IDI sudah jelas beda. Hanya habis Rp 1 juta per modul yang bisa diambil di 430 Cabang. Modul pun disesuaikan dengan apa yang diperlukan di daerah tugas mereka,” ungkapnya. (jpnn/sry)