POJOKBANDUNG.com, BANDUNG– Keberadaan kursi roda menjadi hal yang tak terpisahkan bagi penyandang tuna daksa. Hampir setiap aktivitas mereka selalu ditemani oleh barang tersebut sebagai alat penunjang.
Terutama bagi atlet tenis kursi roda yang bertanding pada Pekan Paralympic Nasional 2016 di Jawa Barat, 17-24 Oktober. Bahkan, kursi roda yang digunakan bertanding memiliki spesifikasi khusus.
Seperti yang diceritakan Namin, atlet tenis kursi roda asal Jabar. Dia menceritakan, saat bertanding dirinya menggunakan korsi roda khusus yang lebih ringan.
Menurut dia, betapa ringannya benda tersebut, hembusan angin biasa pun bisa menggerakkan kursi roda yang digunakan. Sayangnya, kursi roda tersebut dibanderol dengan harga yang sangat mahal yakni mencapai puluhan juta rupiah.
“Untuk bertanding perlu kursi roda khusus, nyarinya dari luar,” kata Namin saat ditemui usai bertanding di Lapangan Tenis Siliwangi, Kota Bandung, Senin (17/10/2016). Berdasarkan yang diketahui Namin, kursi roda terbaik dihargai Rp 60,5 juta.
Kursi tersebut diproduksi di Jerman. “Buatan lokal enggak bisa dipakai bertanding, karena berat,” katanya.
Namun, bagi yang mencari dengan harga lebih murah pun, menurutnya terdapat banyak pilihan lain dengan harga yang jauh berbeda. “Ada yang 30 juta juga,” ujarnya.
Namun, untuk kursi roda lokal bisa diperoleh dengan harga Rp 1,5 juta. “Tapi beda jauh, sangat lebih berat,” ujarnya.
Tak hanya itu, kursi roda untuk bertanding pun memerlukan perawatan yang khusus juga. Salah satunya ban luar yang tergolong cepat habis.
Dia mengaku cukup sering mengganti ban luar ketika mengikuti satu even kompetisi seperti Peparnas ini. Harga satu ban luar kursi roda mencapai Rp 500 ribu atau lebih mahal dari ban sepeda motor biasa.
Oleh karena itu, dirinya memiliki dua kursi roda yang salah satunya khusus untuk bertanding. Untuk yang sehari-hari, Namin menggunakan yang seharga Rp 3 juta.
“Untuk belinya indent, karena diukur dulu kakinya, untuk injekan,” ucapnya. Beruntung, sejauh ini karier olahraga Namin tergolong baik sehingga biaya mahal yang dikeluarkannya tergantikan oleh sejumlah prestasi yang diraih.
Bahkan, atlet asal Kota Depok ini merupakan peraih medali emas pada ASEAN Paragames 2011. Padahal, saat itu dirinya belum lama menekuni olahraga tersebut.
“2008 pernah mencoba. Seriusnya mulai 2011,” ujarnya. Keberhasilannya meraih medali emas pun terulang pada berbagai even lainnya. “Latihan biasa saja, seminggu tiga kali, di Cibinong, Bogor,” tutupnya. (agp)