Masih Ada Laporan Perpeloncoan

ilustrasi

ilustrasi

POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Kasus kekerasan pada anak terus bermunculan di Jawa Barat. Pada semester pertama saja, terdapat 76 kekerasan yang menimpa anak di provinsi berpenduduk paling banyak ini.


Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar Netty Prasetiyani mengatakan, bentuk kekerasan yang menimpa anak ini berupa fisik dan pelecehan seksual.

Mirisnya, kasus yang paling tinggi adalah kasus kekerasan seksual. “Sampai Ramadhan kemarin kami catat ada sekitar 76 kasus kekerasan terhadap anak,

” kata Netty usai apel siaga Pencanangan Jabar Tolak Kekerasan, di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (18/7).Masih Ada Laporan Perpeloncoan

Menurut Netty, angka tersebut menggambarkan bahwa hampir di semua kabupaten/kota di Jabar terjadi kasus kekerasan terhadap anak.
“Hampir semua kabupaten/kota di Jabar terdapat kasus kekerasan,” katanya.

Padahal, kata Netty, selama ini ada anggapan kasus kekerasan hanya terjadi di pelosok. Saat ini, di kota besar pun banyak anak yang menjadi korban kekerasan dengan berbagai bentuk.

“Kekerasan terhadap anak tidak hanya terjadi di daerah pelosok, tapi di kota besar juga terjadi,” katanya.

Netty mengakui, Jabar rawan terhadap kasus kekerasan anak dan perempuan.

Namun, P2TP2A Jabar berupaya menekan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Selain itu, P2TP2A kabupaten/kota pun cukup berperan aktif dalam menangani kasus kekerasan yang terjadi di daerahnya.

Salah satunya, kata dia, dengan membentuk gugus tugas P2TP2A tingkat kabupaten/kota untuk mengatasi masalah kekerasan anak dan perempuan ini.

“Intinya, semua pihak harus ikut berperan aktif mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan,” katanya.

Netty pun sangat mendukung gerakan Pencanangan Jabar Tolak Kekerasan. Hal tersebut bisa menjadi gerbang awal pencegahan kekerasan terhadap anak khususnya di lingkungan sekolah. Netty berharap, dengan adanya Pencanangan Jabar Tolak Kekerasan, kasus kekerasan terhadap anak semakin menurun.

“Tentang jumlah rinci kasus kekerasan anak yang terjadi di sekolah, kita belum dapat data pastinya,” katanya.

Menurutnya pun, kerja keras maka semua pihak mendukung Jabar menolak kekerasan patut diapresiasi.

Bahkan, hampir semua sekolah mendukung untuk menghadirkan sekolah ramah anak.

“Sekolah menolak kekerasan ini akan memberikan citra sekolah bebas kekerasan. Jadi, tak ada lagi bullying senior dan junior,” pungkasnya.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Asep Hilman mengatakan, kekerasan di sekolah harus dihilangkan, salah satunya dengan menghapus perpeloncoan pada awal tahun ajaran baru.

“MOS tidak ada perpeloncoan dan bully,” kata Asep di tempat yang sama.

Asep menegaskan, pihak sekolah sudah mengetahui instruksi tersebut, sehingga tidak boleh ada lagi perpeloncoan apapun di sekolah. Namun, dia mengakui, masih terdapat sedikit orientasi di sekolah yang melakukan perpeloncoan.

“Walau masih ada sedikit-sedikit, masih ada laporan. Ini hari pertama, ke depannya sudah mulai terbiasa. Sekolah sudah tahu edarannya,” katanya.

Lebih lanjut Hilman katakan, imbauan orang tua mengantar anak ke sekolah pada hari pertama cukup efektif menekan kekerasan di sekolah. Sehingga, Hilman berharap, mengantar anak ke sekolah ini tidak hanya dilakukan saat hari pertama saja.

“Di momen nanti ketika pembagian rapor, parenting day, juga bisa terus hadir. Ini hikmah yang bisa kita ambil dari imbauan Mendikbud ini,” pungkasnya.

Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) bagi siswa baru merupakan kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan pada tahun pelajaran 2016/2017 sebagai pengganti kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun yang dulu bernama kegiatan Masa Orientasi Siswa Baru dan Masa Bimbingan Peserta Didik Baru. Tak terkecuali di Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Salah satu tujuan diadakannya Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) adalah bertujuan untuk mengenalkan lingkungan sekolah SMP/SMA. Menurut Kepala Bidang SMA Disdikpora KBB Hassanudin menuturkan, MPLS ini merupakan sarana beradaptasi para siswa baru terhadap lingkungan yang baru dan bersosialisasi dengan teman – teman baru serta ajang wahana kebersamaan, kekeluargaan dan persaudaraan dalam upaya memajukan SMP/SMA.

“MPLS merupakan adaptasi berdasarkan pedoman dari Permendikbud No. 18 Tahun 2016 Tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru, sehingga tidak ada lagi MOS, apalagi perpeloncoan,” ungkap Hassanudin saat ditemui di ruang kerjanya, di Ngamprah Senin (18/7).

Menurutnya, pada dasarnya isi dari aturan itu tidak memperbolehkan adanya hal-hal mengenai perpeloncoan apalagi kekerasan. Selain itu, dirinya menjelaskan bahwa ada program khusus bagi siswa-siswi di KBB, yaitu Barak unggul.

Pengembangan Karakter (Barak) unggul merupakan program khusus bagi sejumlah Sekolah negeri di Kabupaten Bandung Barat yang ingin menerapkan. Bekerjasama dengan bantuan TNI atau Polri, sejumlah siswa diberi pemahaman seperti rasa Nasionalisme, tata krama, dan rasa gotong royong.

Sedangkan bagi sekolah yang diketahui tetap melaksanakan orientasi siswa dengan cara perpeloncoan apalagi kekerasan akan menerima sanksi.

“Apabila ada sekolah yang masih memakai sistem ospek dengan perpeloncoan nanti akan kami tindak, dengan mencopot Kepala sekolahnya dan memeriksa siapa saja yang terlibat,” ujarnya.

Walaupun begitu Hassanudin tetap optimis bahwa di Kabupaten Bandung Barat tidak akan terjadi hal tersebut. Menurutnya setiap instansi sekolah terkait sudah mengetahui betul petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (juknis).

“Kita sudah jauh-jauh hari memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah mengenai Permendikbud no. 18, sehinggan pada pelaksanaannya setiap sekolah sudah bisa mengatasi orientasi dengan sistem baru,” ujarnya.

Sementara itu, hari pertama MPLS SMA di Kabupaten Bandung berjalan cukup lancar. Para orang tua siswa turut mendampingi hari pertama anaknya mengenak sekolah.

Pelaksanaan MPLS SMA di Kabupaten Bandung, dimulai dengan melakukan upacara bersama, dimana pihak dinas pendidikan membagi tiga wilayah, yakni wilayaj satu yang meliputi wilayah barat seperti soreang, Ciwidey, Pasirjambu dan sekitarnya dipusatkan di SMKN Katapang, wilayah dua yang meliputi Pameungpeuk, Baleendah, Dayeuhkolot, Ciparay sampai kertasari dipusatkan di SMAN 1 baleendah, dan wilayaj tiga yang berada di timur Kabupaten Bandung dipusatkan di Rancaekek.

Dari pantauan, di SMAN1 Baleendah, para siswa baru mengikuti upacara secara serius. Para siswa bahkan sudah datang sejak pukul 06.00 untuk mengikuti MPLS. “Memang siswa diimbau datang lebih pagi, sebelum pukul 06.15 sudah ada di sekolah, khususnya bagi siswa muslim, karena akan mengikuti pembinaan karakter dan siraman rohani,

“tutur Kepala SMAN 1 Baleendah, Aa sudaya, Senin (18/7).

Sekitar pukul 06.45 siswa kemudian melakukan upacara bersama dengan siswa lainnya. Para orang tua juga terlihat hadir mendapingi putra putrinya.

Menurut Aa, secara umum, MPLS tidak jauh berbeda dengan masa orientasi tahun lalu, namun ada sedikit perbedaan untuk tahun ini.

Untuk tahun ini, pelaksanaan MPLS lebih dititik tekankan kepada pengenalan sekolah, baik cara belajar, lingkungan sekolah, budaya sekolah, kurikulum, fasilitas sekolah dan hal lainnya termasuk mengenalkan siswa lama dengan siswa baru.

“Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang jauh, dari dulu juga kami selalu melakukan hal ini. Perpeloncoan oleh siswa lama juga tidak pernah ada dari dulu juga,”ujarnya.

Namun yang membedakan, kata Aa adalah waktu pelaksanaan orientasi, jika tahun lalu dilakukan selama satu pekan, untuk saat ini hanya tiga hari saja.

“Kamis sudah mulai KBM. Tapi bagi siswa yang belum mempunyai seragam, tidak akan diberi sanksi, akan kami perbolehkan sampai siswa tersebut mempunyai seragam SMA,”katanya.

Selain itu, pelaksanaan MPLS juga dilakukan sama seperti jam pelajaran sehari-hari, menurut Aa, SMAN 1 Baleendah sudah biasa menggelar KBM dari pukul 07.00 sampai pukul 15.30.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung, Juhana mengatakan tanggung jawab siswa dalam menerima pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, sehingga pada saat MPLS orang tua siswa diundang untuk mengingatkan hal tersebut.

“Jadi ada yang disebut dengan ekosistem pendidikan, bukan hanya sekolah, pemerintah dan orang tua, tapi juga lingkungan lain, seperti dunia usaha, dunia industri, tokoh masyarakat, tokoh agama, aparat penegak hukum dan pihak lainnya juga harus ikut berkontribusi terhadap proses pendidikan,” katanya.

Dengan hadirnya Orang tua saat MPLS paling tidak bisa terjalin komunikasi yang baik antara orang tua dengan para tenaga pendidik di sekolah masing-masing.

“Tidak hanya saat masa pengenalan sekolah saja, para orang tua siswa baru juga pun boleh berkomunikasi setiap saat secara bergiliran datang ke sekolah, atau berkomunikasi melalui teknologi seperti telepon seluler dan lain sebagainya,” katanya.  (agp/bie/mld)

Loading...

loading...

Feeds

DPRD Setujui 2 Raperda Kota Bandung

POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung resmi menyetujui dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pada Rapat Paripurna …