POJOKBANDUNG.com, JAKARTA – Komisaris Jenderal Polisi Tito Karnavian telah disetujui DPR sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Badrodin Haiti, dalam sidang paripurna dewan di Jakarta, Senin (27/6).
Dalam sidang tersebut, Ketua Komisi III Bambang Soesatyo menyampaikan hasil fit and proper test calon kapolri terhadap calon tunggal yang diusulkan Presiden Joko Widodo itu.
Dalam rapat dengan KPK, PPATK hingga Kompolnas, lanjut Bamsoet, tidak diperoleh adanya informasi tentang hal-hal mencurigakan dari sosok Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut.
“Berdasarkan pleno Komisi III, menyetujui pemberhentian Jenderal Badrodin Haiti dan mengangkat Komisaris Jenderal Tito Karnavian,” kata ketua komisi hukum yang akrab disapa Bamsoet itu.
Politikus Golkar itu juga menyebutkan bahwa integritas kepolisian merupakan harga mutlak. Karenanya, Komjen Tito diharapkan mampu mengangkat citra kepolisian dan mampu berikan perlindungan dan kenyamanan untuk masyarakat.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin sidang paripurna tersebut langsung meminta persetujuan dewan apakah laporan komisi III tentang pengangkatan Komjen Tito dan pemberhentian Badrodin dapat disetujui. “Setuju,” jawab anggota dewan. Fadli pun kemudian langsung mengetok palu pengesahan paripurna.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Tito Karnavian sempat memberikan penilaian soal aksi penculikan dan penyanderaan WNI di Filipina Selatan.
Kapolri terpilih itu menilai ulah kelompok militan tersebut sebagai bentuk teror. “Ya itu terorisme,” jawab Tito, sembari berjalan meninggalkan ruang paripurna DPR, Senin (27/6).
Sebelumnya Anggota Komisi I DPR Supiadin juga geram dengan ulah kelompok yang banyak beraksi di perairan Tawi-tawi, Filipina Selatan.
Menurut dia, Abu Sayyaf sebagai salah satu pimpinan kelompok besar di Filipina Selatan bermasalah dengan pemerintah Filipina, tapi mengapa dalam gerakannya kerap melibatkan warga negara asing seperti Indonesia.
“Kenapa bawa warga negara asing untuk diculik? ini pemberontak atau teroris? ini harus dibicarakan pemerintah Indonesia dan Filipina, harus tegas,” kata Supiadin.
Mayjen TNI (Purn) itu menyebutkan, kalau kelompok+kelompok tersebut merupakan pemberontak, maka mereka melawan pemerintahan Filipina yang sah. Sehingga tidak boleh menjadikan warga nehgara asing sebagai sander.
“Kalau pemberontak pada pemerintah, tuntutannya jangan jadikan warga negara asing sebagai sandera. Kalau mereka teroris bikin kesepakatan Indonesia-Filipina, kerjasama penindakan teroris,” pungkasnya.(fat/jpnn)