POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Para petani karet di Jawa Barat meminta Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan instruksi presiden (inpres) terkait pemanfaatan karet alam. Seperti diketahui, karet alam digunakan untuk proyek infrastruktur dan manufaktur dalam negeri.
Ketua Harian Gabungan Pengusaha Perkebunan (GPP) Jabar-Banten RHS Slamet Bangsadikusumah mengatakan, pihaknya sudah mengirim surat pada Presiden sejak satu setengah bulan lalu terkait anjloknya harga komoditas karet. Menurutnya, hal ini harus segera diatasi agar kondisinya tidak terus berlanjut.
“Kami yakin ini sedang ditindaklanjuti. Tapi kami minta pemerintah mengeluarkan inpres,” kata Slamet usai bertemu Sekretaris Daerah Jabar Iwa Karniwa, di Bandung, Minggu (3/4).
Menurutnya, pemerintah harus segera mengeluarkan inpres pemanfaatan karet alam untuk proyek infrastruktur. Ini penting agar daerah segera memiliki payung hukum dan selanjutnya diterapkan.
Pihaknya yakin, jika kebijakan ini berlaku, harga karet alam yang tengah anjlok bisa terdongkrak. “Harga bisa naik lagi,” katanya.
Saat ini, di tengah anjloknya harga, produksi karet alam di dalam negeri mencapai tiga ribu ton per tahun. Namun, jumlah serapan sementara hanya 480 ton per tahun.
Akan tetapi, jika karet alam digunakan sebagai campuran aspal, bantalan kereta api, dan alat medis hingga produk manufaktur, maka serapannya akan melejit. “Kami proyeksikan kebijakan ini bisa menyerap sampai seribu ton,” paparnya.
Lebih lanjut dia katakan, inpres pun diperlukan agar bisa menghambat laju penggunaan karet sintetis yang menggerus pasar belakangan ini. Slamet menuturkan, di Jabar dan Banten para petani yang memiliki total luasan 22.202 hektare tengah dalam kondisi kesulitan akibat harga turun.
“Kondisinya sakit. Biaya produksi Rp 20 ribu per kilo, tapi dibeli Rp12 ribu per kilo. Artinya kan rugi besar,” katanya.
Dia mengeluh, jika kondisi ini tidak ditangani, karet alam dalam negeri yang kualitasnya mumpuni akan membuat jengah petani. Mereka bisa beralih profesi sehingga produksinya berkurang.
Slamet menyontohkan, harga kalet alam bongkahan di pasaran sekarang sudah tidak dihargai dengan layak karena hanya Rp 6 ribu per kilogram. “Akhirnya banyak petani memilih menunda panen. Ini masih mending, yang parah pohon karetnya ditebang lantas dijual,” ujarnya.
Sekda Jabar Iwa Karniwa mengaku mendapat keluhan yang sama dari GPP Jabar Banten. Menurutnya, Pemprov Jabar hanya sebatas menampung keluhan dan usulan dari para pengusaha terkait kondisi perkebunan.
“Selebihnya kami akan mencoba memfasilitasi,” katanya. Pemprov Jawa Barat sendiri berupaya meningkatkan kapasitas petani dan pelaku UKM, dengan skema macthing investasi.
Menurutnya, matching invetasi adalah pola kerjasama antara pemerintah, petani, pelaku UKM dan end user atau pengguna produk.
“Kita ingin meningkatkan potensi UKM melalui ini,” katanya. Menurut Iwa, potensi UKM di Jabar cukup besar.
Melalui cara ini, pihaknya bersama Kadin akan memulai dari petani gula aren, kopi, dan kakao agar bersinergitas dengan pengusaha. “Sekarang konsumen sulit cari produsen. Produsen sulit cari pasar. Kita jembatani dalam sebuah pertemuan,” katanya.
Iwa memastikan, pemprov hanya akan memfasilitasi saja dan tidak menjanjikan hal yang lebih agar pelaksanaan di lapangan jauh lebih efektif dan lancar. “Kita fasilitasi saja. Enggak perlu muluk. Kita kerjakan yang lebih efektif,” pungkasnya. (agp)