POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat siap memberikan data wajib pajak pemilik mobil mewah pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah Jabar. Ini penting untuk mendukung peningkatan penerimaan pajak dalam negeri.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Jabar Dadang Suharto memastikan, pihaknya memiliki data yang diperlukan terkait rencana DJP mengejar pemilik mobil mewah namun tergolong kecil dalam membayar pajak perorangan.
“Kita ada datanya, tentu wajib pajak harusnya mengisi kekayaan dalam SPT sesuai faktanya,” kata Dadang.
Menurutnya, Dispenda dan DJP bisa saling bertukar data serta informasi mengenai wajib pajak. Dadang menilai, wajib pajak bisa saja merahasiakan kekayaannya agar bisa memanipulasi pembayaran pajak.
Ini pun bisa terjadi dalam pencatatan Dispenda. “Misalnya mobil mewah orang ini di kami tercatat dua, di kantor pajak tidak ada, ini kan bisa ketahuan,” paparnya.
Dengan saling bertukar data, pihaknya menilai akan menambah potensi pajak. Ini pun pada akhirnya akan menguntungkan Jabar. “Di Kantor pajak tidak menyebutkan Ferrari, di kami ada. Data ini bisa kita tukar,” katanya.
Dia katakan, saat ini pemilik mobil mewah paling banyak tercatat di wilayah penyangga Ibu Kota seperti Bekasi dan Depok.
Namun, pihaknya tidak mengetahui jika yang bersangkutan tidak melaporkan kewajibannya pada negara lewat SPT. “Jadi kami menganggap permintaan koordinasi dengan kantor pajak ini hal penting,” kata dia.
Menurutnya, kerjasama koordinasi dan pertukaran data sebetulnya sudah dijalin antara Dispenda dengan sejumlah instansi termasuk DJP.
Sebagai contoh, kerjasama dengan BP Migas soal perhitungan restribusi dari bahan bakar minyak. “Kami tengah menggenjot pemasukan dari sektor PKB dan lainnya,” kata dia.
Potensi kehilangan pajak dalam negeri masih tergolong tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap pendapatan negara yang berujung pada tidak maksimalnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Jawa Barat I Yoyok Satiotomo mengatakan, hilangnya potensi pajak tersebut dikarenakan tingkat kepatuhan masyarakat yang masih rendah. Menurutnya, untuk Kanwil DJP I Jabar saja, wajib pajak yang melapor baru 50 persennya.
“Wajib pajak 3 juta (yang terdaftar di kanwil I), dari 40 juta warga (Jabar),” kata Yoyok.
Bahkan menurutnya, wajib pajak yang sudah terdaftar pun tidak seluruhnya patuh membayar pajak. “Dari (wajib pajak) yang lapor pun belum tentu semua bayar. Jadi banyak potensi yang hilang,” ucapnya.
Menurutnya, wajib pajak yang tidak patuh di antaranya perorangan yang bergerak di sektor perdagangan dan informal. “Kalau pekerja formal aman. Tapi banyak wajib pajak, dia jualan tekstil, sepatu, enggak punya NPWP,” katanya.
Maka, pihaknya terus berupaya menjaring wajib pajak untuk meningkatkan pendapatan negara. Salah satunya dengan berkoordinasi dengan pihak lain untuk mengetahui wajib pajak mana saja yang belum patuh.
Sebagai contoh, pihaknya menggandeng sejumlah asosiasi pengusaha untuk mencari data wajib pajak. “Kita juga punya 61 ILAP (instansi lembaga asosiasi dan pihak lain),” katanya.
Bahkan, pihaknya akan memberikan sanksi kurungan penjara kepada wajib pajak yang tidak patuh. Saat ini, pihaknya baru berhasil mendata sekitar 2-3 persen wajib pajak yang belum mendaftar.
Selain itu, kini pihaknya tengah mengusut tiga wajib pajak. “Harusnya yang tiga itu punya kemampuan bayar, tapi enggak mau bayar. Masih kita pelajari,” katanya seraya menyebut tidak menutup kemungkinan akan menambah wajib pajak yang diperkarakan.
Selain banyaknya wajib pajak yang belum terdaftar, pendapatan pajak belum maksimal karena masih adanya wajib pajak yang tidak transparan dalam melaporkan transaksi keuangannya. Ini berdampak pada besaran nilai pajak yang tidak sesuai.
“Ada data dari samsat, ada wajib pajak beli mobil bantley (mobil mewah), tapi bayar pajak cuma sejuta (rupiah) setahun,” katanya seraya menyebut pendapatan pajak pun dipengaruhi oleh kondisi perekonomian seperti penjualan komoditi yang turun.
Ia menyebutkan, pada tahun 2015, Kanwil DJP I Jabar berhasil menghimpun pajak sebesar Rp 21,4 triliun atau sekitar 80 persen dari target Rp 25 triliun.(agp)