“Sampurasun” dan “Campur Racun”

Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi

Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi

bupati-purwakarta-dedi-mulyadi-yang-selalu-berpakaian-putih


POJOKBANDUNG.com-Plesetan kalimat “Sampurasun” menjadi “Campur Racun” oleh Tokoh FPI Habib Rizieq kini terus menuai protes. Walikota Bandung Ridwan Kamil mendesak sang Habib untuk meminta maaf ke masyarakat Sunda, sedangkan Angkatan Muda Siliwangi (AMS) membawa plesetan itu ke ranah hukum dengan melaporkannya ke Polda Jabar kemarin.

Bagaimana dengan Tokoh Sunda atau pemimpin Jawa Barat lainnya? Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ikut bereaksi, karena dia sendiri biasa mengucapkan Sampurasun ketika bertemu dengan masyarakat, tokoh Sunda atau di acara resmi. Sebagai salah satu pemimpin dan warga di tanah Sunda, Dedi pun memberikan catatan mengenai makna sampurasun yang sempat disoal FPI.

Catatan Kecil tentang Makna “Sampurasun”

Berasal dari kalimat “sampurna ning ingsun” yang memiliki makna “sempurnakan diri Anda”. Kesempurnaan diri adalah tugas kemanusiaan yang meliputi penyempurnaan pandangan, penyempurnaan pendengaran, penyempurnaan penghisapan, penyempurnaan pengucapan, yang kesemuanya bermuara dalam kebeningan hati. Pancaran kebeningan hati akan mewujudkan sifat kasih sayang hidup manusia, maka orang Sunda menyebutnya sebagai ajaran Siliwangi; silih asah, silih asih, silih asuh.

Ketajaman indrawi orang sunda dalam memaknai sampurasun melahirkan karakter waspada permana tinggal (ceuli kajaga ku runguna, panon kajaga ku awasna, irung kajaga ku angseuna, letah kajaga ku ucapna, yang bermuara pada hate kajaga ku ikhlasna). Waspada permana tinggal bukanlah sikap curiga pada seluruh keadaan, tetapi merupakan manifestasi dari perilaku sosok sunda yang deudeuhan, welasan, asihan, nulung sunda yang deudeuhan, welasan, asihan, nulung kanu butuh, nalang kanu susah, nganteur kanu sieun, nyaangan kanu poekeun (selalu bersikap tolong menolong terhadap sesama hidup).

Sikap ini melahirkan budaya gotong royong yang dilandasi oleh semangat sareundeuk saigel, sabobot sapihanean, ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salogak. Sistem komunalitas yang bermuara pada kesamaan titik penggerak (museur/berpusat) pada yang maha Tunggal Penguasa Seluruh Kesemestaan.

Memusatkan seluruh energi kemanusiaan pada Kemahatunggalan Allah Penguasa Alam Semesta melahirkan karakter hilangnya sifat peng-aku-an dalam diri orang sunda. Hirup kudu sasampeuran, awak ukur sasampayan, sariring riring dumadi, sarengkak saparipolah sadaya kersaning Gusti Nu Maha Suci (Tak ada sedikitpun pengakuan dan keakuan dalam diri). Sifat totalitas ini melahirkan sosok yang bernama Rawayan Jati Ki Sunda.(tim/jp/dtc)

Loading...

loading...

Feeds

DPRD Setujui 2 Raperda Kota Bandung

POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung resmi menyetujui dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pada Rapat Paripurna …