POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Keputusan Gubernur Jawa Barat yang menyamaratakan kenaikkan upah minimum di kabupaten/kota di Jabar sebesar 11,5 persen mendapat kecaman buruh. Mereka kecewa dengan keputusan tersebut karena dianggap bertentangan dengan hasil UMK yang diputuskan bupati/wali kota.
Ketua KSPSI Jabar Roy Jinto mengatakan, buruh di Jabar sangat kecewa dengan keputusan Ahmad Heryawan itu. Meski sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, menurutnya hal itu menyakitkan kaum buruh.
Terlebih, kata Roy, banyak bupati/wali kota di Jabar yang menaikkan UMK lebih dari angka tersebut. “Banyak bupati dan wali kota yang berani menaikkan lebih meski harus mengabaikan PP itu,” kata Roy di Bandung, Minggu (22/11/2015).
Daerah yang berani menaikkan di atas 11,5 persen itu, kata Roy, di antaranya Kota Bandung, Depok, Kabupaten Bandung Barat, Sumedang, Bandung, dan Purwakarta. “Kenapa Gubernur tidak. Tentu buruh kecewa, khususnya di daerah tersebut,” katanya.
Dengan keputusannya tersebut, Roy menilai, Heryawan telah mengabaikan Pasal 88 dan 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Sebab, dalam menetapkan upah minimum, Gubernur tidak memperhatikan rekomendasi bupati/wali kota dan dewan pengupahan.
“Harusnya Gubernur memperhatikan rekomendasi dewan pengupahan dan bupati/wali kota. Ini malah sebaliknya, diturunkan dan disamaratakan. Lalu buat apa ada rekomendasi bupati/wali kota kalau memang tidak diperhatikan,” kesalnya.
Oleh karena itu, kata dia, buruh pun akan berencana melakukan aksi unjuk rasa kembali. Bahkan, pihaknya menyiapkan pengajuan gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Ada juga aksi mogok besar-besaran di beberapa titik di wilayah Jawa Barat. Ini mendukung aksi mogok nasional mulai anggal 24-27 November. Agenda mogok nasional ini sudah direncanakan jauh hari sebelumnya,” bebernya.
Seperti diketahui, Gubernur Jabar melalui Keputusan Gubernur Nomor 561/Kep.1322-Bangsos/2015 menetapkan kenaikkan UMK di Jabar besarannya sama yakni 11,5 persen. Berdasarkan hasil itu, Kabupaten Karawang menjadi yang tertinggi dengan Rp 3.330.505.
Sedangkan Kabupaten Pangandaran memiliki UMK terendah yakni Rp 1.324.620. Heryawan mengatakan, seharusnya bupati/wali kota mengikuti PP 78/2015 yakni menaikkan UMK 11,5 persen.
Heryawan pun meminta mengucapkan terima kasih kepada daerah yang patuh terhadap PP tersebut. (agp)