POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Perwira menengah Mabes Polri berpangkat AKBP, Pentus Napitu (55), mulai diadili di Pengadilan Tipikor Bandung, Jln. L.L.R.E Martadinata, Rabu (4/11/2015).
Ia didakwa telah melakukan pemerasan terhadap seorang pengusaha karoke di Kota Bandung dan terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Pentus dijerat Pasal 12 huruf e UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana. Tak hanya itu, ia juga dikenakan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana.
Hal itu terungkap dalam sidang yang dipimpin hakim Endang Makmum, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jln. L.L.R.E Martadinata, Rabu (4/11/2015). Agenda sidang yakni pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) TM. Pakpahan.
Dalam penjelasannya, JPU menyebut terdakwa Pentus telah melakukan pemerasan terhadap pengusaha karoke di Kota Bandung yang dituding sebagai bandar narkoba.
Terdakwa yang ketika itu menjabat Kanit III Subdit IV Dittipidnarkoba Bareskrim, beraksi bersama empat anak buahnya, Kompol Sardjono, Aiptu Abdul Haris, Brigadir Garjito dan Brigadir Khoirul Jarodhi, serta dua temannya Robertus Johan Wojaya dan Slamet.
Kasus itu bermula saat Pentus memerintahkan anak buahnya untuk berangkat ke Bandung melakukan penyelidikan terkait laporan masyarakat tentang adanya penyalahgunaan narkoba di Fix Boutique karoke, 26 Februari 2015. Keesokan harinya, Pentus menyusul ke Bandung dan memesan dua room karoke.
Saat berada di dalam room karoke, Pentus memanggil penanggungjawab Fix Boutique karoke, Juki. Pentus kemudian menanyakan kepada saksi Juki soal nama Hesty yang disebutnya telah kedapatan menyimpan narkotika jenis ekstasi.
“Terdakwa memperlihatkan plastik kecil yang didalamnya terdapat beberapa pil. Terdakwa lalu bertanya pada saksi Juki dimana tempat penyimpanan narkoba itu sambil memborgol saksi Juki,” tutur JPU TM. Pakpahan dalam persidangan.
Pentus dan anak buahnya lalu menggeledah ruangan kantor saksi Juki dan tak menemukan ada barang bukti narkoba. Juki bersama Hesty lalu dibawa oleh terdakwa ke Hotel Kedaton dan digeledah. Terdakwa menemukan kunci brankas dan meminta saksi untuk menunjukan dimana brankas itu.
“Mereka lalu pergi ke rumah saksi Juki di Komplek Singgasana Pradana. Terdakwa secara melawan hukum sudah melakukan penggeledahan tanpa saksi dan izin dari PN setempat. Setelah itu, saksi dibawa kembali oleh terdakwa ke Hotel Kedaton,” tambah JPU.
Setibanya di hotel itu, saksi Juki ketakutan dan hal itu dimanfaatkan oleh terdakwa dan teman-temannya. Terdakwa lalu bertanya pada saksi soal nominal uang. “Ada uang berapa?” ujar JPU menirukan perkataan terdakwa.
Atas jawaban itu, lanjut JPU, saksi Juki mengaku memiliki Rp 250 juta. Tapi hal itu langsung ditimpali oleh teman terdakwa yang menilai angka itu masih kecil dan menyebut angka minimal Rp 1 miliar. Mereka pun menyebut jika Pentus hanya bisa luluh oleh temannya bernama Robertus Johan Wojaya, pengusaha dari Bogor.
Karena belum ada keputusan, saksi kemudian dibawa ke Jakarta dan di rest area Cikarang saksi kembali ditakut-takuti bahwa kasusnya berat. Saat itu, Pentus datang bersama temannya, Robertus Johan Wojaya. Johan lalu bicara kepada saks Juki dan meminta Rp 5 miliar.
“Saksi Juki mengatakan besar sekali, enggak bisa dibantu? Dan saksi Johan mengatakan akan bicara dengan Pentus diangka 3 tapi tidak menjamin bisa. Johan meminta saksi Juki berbicara dengan teman-temannya,” ungkap JPU.
Setelah ditekan dan makin ketakutan, singkat cerita Juki akhirnya menyanggupi permintaan terdakwa melalui Johan yaitu uang 80.000 USD dan emas seberat 4 kilogram. Barang itu lalu oleh Johan dibagi dua, satu dibungkus emas 2 kilogram dan satunya lagi emas 2 kilogram dan uang 80.000 USD.
“Uang dan emas itu lalu diberikan oleh Johan kepada Slamet (informan). Dan oleh Slamet diberikan kepada terdakwa. Terdakwa bersama anakbuahnya berkumpul di kantor dan membagi-bagi ‘hasil’ yang diperoleh dari saksi Juki,” papar JPU.
Dari uang 80.000 USD dan 4 kilogram emas, Terdakwa Pentus sendiri mendapat bagian 30.000 USD dan emas 100 gram, Kompol Sardjono, Aiptu Abdul Haris, Bripka Gardjito dan Brigadir Joirul Jarodhi diberikan 10.000 USD dan emas sebanyak 1 keping seberat 100 gram. Pun dengan Slamet, mendapat bagian yang sama dengan anakbuah terdakwa.
“Terdakwa juga menjual 400 gram emas di Plaza Pondok Gede Bekasi dengan harga Rp 48 juta per 100 gram dan total penjualan mencapai Rp 192 juta. Uang itu dibagi-bagi oleh terdakwa dan teman-temannya. Lalu mereka juga menjual emas lainnya senilai total Rp 235 juta yang hasilnya dibagi-bagi,” pungkas JPU.
Setelah mendengar dakwaan dari JPU, majelis hakim kemudian menanyakan kepada terdakwa apakah akan mengajukan eksepsi (nota keberatan atas dakwaan) atau tidak. Terdakwa bersama kuasa hukumnya menyatakan tidak akan mengambil eksepsi. Dengan begitu, sidang ditunda pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. (cesar)