Polisi: Negeri Sebesar Indonesia Bahan Pangannya Dikuasai Segelintir Orang

Pedagang daging di salah satu sudut pasar di Kota Bandung. (nida khairiyah)

Pedagang daging di salah satu sudut pasar di Kota Bandung. (nida khairiyah)

POJOKBANDUNG.com – Kenaikan harga menjelang puasa dan lebaran tidak bisa dihindarkan. Ini terjadi karena permintaan yang tinggi.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahya Widayanti menyatakan, pemerintah perlu meningkatkan strategi dalam menghadapi kenaikan harga tersebut.

“Data historis 2013 sampai 2016 menunjukkan, menjelang bulan puasa, terjadi kenaikan harga beberapa barang kebutuhan pokok. Misalnya daging sapi, daging ayam, dan telur ayam yang naik 0,97 hingga 9,6 persen,” jelas Tjahya kepada Jawa Pos (grup Pojokbandung).

Untuk menjamin stok aman, Kemendag menggandeng Perum Bulog guna mendistribusikan sembako di sejumlah wilayah yang mengalami kekosongan pasokan.

“Kami siapkan sejumlah komoditas yang paling banyak dikonsumsi masyarakat selama bulan puasa dan Lebaran nanti. Misalnya beras, daging, dan bumbu dapur lainnya seperti bawang, gula, dan minyak goreng,” jelas Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti.

Sementara Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menjelaskan, kenaikan harga tak terkendali disebabkan adanya rantai distribusi bahan pokok yang tidak baik.

Dia mencontohkan, kasus meroketnya harga cabai. Ia menghitung, petani cabai mencapai jutaan orang. Tengkulak berkisar ratusan ribu orang. “Tahu kan berapa orang yang ada di tahapan distributor besar komoditas ini?” ungkapnya.

Menurutnya, tahapan ke pasar dan eceran sangat mudah dikendalikan. Maka, saat ada pengalihan pasokan dari pasaran ke industri, itu juga merupakan keputusan dari tujuh distributor besar tersebut.

“Mereka mengambil untung tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakat,” cetusnya.

Menurut Agung, negeri sebesar Indonesia ini ternyata bahan pangannya dikuasai segelintir orang. Tentu itu kondisi yang sangat tidak adil. Monopoli dan permainan harga begitu rentan terjadi dalam distribusi cabai rawit merah tersebut.

Di luar rantai distribusi, Agung menyebut faktor pungutan liar (pungli). “Pungli ini terjadi di Pasar Induk Kramat Jati,” katanya.

Pungli di Pasar Induk Kramat Jati misalnya parkir liar dan pungli bongkar muat. Pedagang lantas menambahkan pungli itu pada biaya transportasi.

“Setelah dicek, pungli ini bisa menaikkan harga bawang putih sekitar Rp 8 ribu hingga Rp 10 ribu per kilogram.”

Dengan temuan tersebut, terang Agung, stabilisasi harga bergantung pada kemampuan stakeholder dalam mengidentifikasi penyimpangan.

“Dengan kurangnya kemampuan identifikasi, tindakan konkret agar kenaikan harga tidak terjadi sulit dilakukan,” tuturnya.

Menarik untuk ditunggu apakah harga daging bisa Rp 80 ribu. Atau setidaknya di bawah Rp 100 ribu.

(agf/idr/tau/c9/ang)

loading...

Feeds