POJOKBANDUNG.com, NEW DELHI – Perempuan di Desa Madora, Provinsi Uttar Pradesh, India tidak bisa bebas berkomunikasi.
Mulai Selasa (2/5), mereka dilarang menggunakan telepon genggam di luar rumah. Jika ketahuan, mereka bakal didenda 21 ribu rupe atau setara dengan Rp 4,4 juta. Nominal tersebut sangat besar bagi penduduk desa karena setara dengan pendapatan selama beberapa bulan.
Larangan tidak lazim terhadap perempuan itu dikeluarkan untuk membatasi kontak dengan para pria. Dengan begitu, kemungkinan mereka kawin lari bakal dipersempit. Kasus kawin lari cukup sering terjadi di India. Selain itu, larangan penggunaan telepon genggam bertujuan menghindarkan kejahatan yang melibatkan perempuan.
“Perintah semacam itu melanggar konstitusi dan kami akan mengambil tindakan,” ujar Kepala Polisi Madora Arun Kumar Singh.
Polisi memang bisa mengintervensi aturan di Madora tersebut. Sebab, larangan itu tidak dikeluarkan pemerintah, tetapi oleh khap panchayat. Yakni, semacam dewan di desa yang membuat aturan-aturan yang harus dipenuhi penduduk beserta hukumannya. Mayoritas anggotanya adalah penduduk pria yang dituakan di desa tersebut. Mereka kerap menolak modernisasi dan menegakkan aturan-aturan konservatif.
Selain masalah penggunaan telepon genggam, khap panchayat menerapkan aturan larangan pemotongan sapi dan penyelundupan minuman keras.
Di sebagian besar negara bagian di India, pemotongan dan konsumsi sapi dilarang karena sapi, bagi penduduk Hindu, adalah hewan suci dan menjadi kendaraan Dewa Siwa. Namun, di Madora, mayoritas penduduknya merupakan muslim.
Mantan Kepala Desa Madora Mohammed Gaffar menyatakan, itulah dukungan komunitas muslim terhadap kampanye Kepala Menteri (setara gubernur, Red) Uttar Pradesh Yogi Adityanath yang melarang pemotongan sapi.
“Kami mendukung langkah mereka untuk mencegah aktivitas ilegal, tapi tidak mengizinkan mereka membatasi kebebasan perempuan,” tegas Singh.
(AFP/IndiaToday/sha/c14/any)