POJOKBANDUNG.com – Tempatnya tidak se-wah toko-toko suvenir lainnya di Tokyo. Tidak di tepi jalan raya, tidak pula di pusat keramaian, melainkan harus melewati jembatan kecil yang berada di bawah Stasiun Akihabara.
Di situlah Agus Sudrajat membuka Japan Souvenir Shop (JSS) atau oleh-oleh khas Jepang. Sejak empat tahun lau ia membuka JSS. Kini nama toko cukup dikenal oleh orang Indonesia yang berkunjung ke Jepang.
“Sejak awal tempatnya ya di sini,” ucap Agus Sudrajat, kepada Indopos (Jawa Pos Grup), baru-baru ini.
Pria kelahiran Bandung, 6 Agustus 1970, itu sejatinya sudah hidup mapan di tanah rantau. Kali pertama menginjakkan kaki di Jepang pada 2000 mengikuti istrinya yang orang Jepang, Tominaga Hiroko, Agus sempat berpindah-pindah kerja.
Dia pernah bekerja di sebuah perusahaan yang gaji per tahunnya mencapai JPY 5 juta atau senilai Rp 573,4 juta (JPY 1 = Rp 114,68). Rata-rata penghasilan standar pekerja di Jepang per tahun sekitar JPY 2,5 juta atau Rp 286,7 juta.
Mengapa Agus memutuskan untuk melepaskan pekerjaan yang menjanjikan itu? Ternyata, faktor anak yang membuatnya memutuskan untuk berwirausaha membuka toko suvenir.
”Karena saya punya anak sakitnya berat. Menurut dokter, nama sakitnya itu nomor 14,” ungkapnya.
Tominaga Eri, anak semata wayang Agus-Hiroko, sudah sakit sejak lahir. Saat Eri mulai bersekolah, Agus melihat istrinya yang alumnus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu kerepotan.
Karena itu, Agus mengalah dengan berhenti bekerja di luar rumah agar bisa membantu istrinya mengurusi Eri.
Setelah keluar dari pekerjaan, muncul gagasan dari kenshusei (pekerja magang dari Indonesia) yang berada di Tokyo agar Agus membuka usaha toko suvenir saja.
Simpel alasan yang disampaikan para kenshusei: setiap tahun banyak orang Indonesia yang pergi ke Jepang dan pasti mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang.
”So, mengapa saya tidak coba ide itu? Apalagi dengan harga yang lebih murah daripada di toko lainnya. Pasti pembeli, terutama dari Indonesia, akan belanja banyak ke toko saya,” bebernya.
Agus memang dekat dengan kenshusei. Sebab, sejak belum punya anak, dia dan istrinya sudah kerap membantu kenshusei. Bahkan, di akhir pekan, rumahnya yang terletak tidak jauh dari toko mereka selalu ramai didatangi kenshusei.