POJOKBANDUNG.com – Presiden AS Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan kontroversi. Dia memerintahkan pencabutan aturan era Barack Obama tentang pemasangan simbol transgender di kamar mandi di sekolah dan perguruan tinggi.
Di era Obama, siswa transgender memungkinkan menggunakan kamar mandi yang sesuai dengan keyakinan gender mereka. Sehingga sekolah maupun perguruan tinggi harus memiliki tiga kamar mandi, yakni perempuan, laki-laki, dan transgender. Simbol dari ketiga gender tersebut dipasang di pintu-pintu kamar mandi.
Aturan Obama tersebut dikenal dalam pedoman atau Title IX, yang juga menimbulkan kontroversi di masa itu, terutama dari kaum konservatif.
Namun seperti dikutip dari CNN, Trump mencabut pedoman Obama itu dan sekaligus menghidupkan kembali perdebatan tentang pedoman penggunaan fasilitas kamar mandi bagi siswa transgender.
Amerika Serikat memiliki 150.000 pemuda transgender antara usia 13 dan 17, menurut UCLA Williams Institute.
Gedung Putih beralasan, Title IX tidak memberikan “analisis hukum yang luas”. Pedoman ini dinilai menunjukkan kebutuhan akan peran negara bagian dan distrik membentuk kebijakan pendidikan sendiri di sekolah-sekolah mereka.
Sementara Washington Post menurunkan artilenya bahwa Presiden Trump telah menempuh kebijakan yang ironis. Ironi pertama, penarikan Pedoman Obama disebutkan sebagai kekurangan analisis hukum yang luas, tidak melalui proses pemeriksaan umum, menabur kebingungan dan menarik tantangan hukum.
Namun di saat yang sama, Presiden Trump mengeluarkan kebijakan pelarangan imigran yang juga menabur kebingungan dan menarik tantangan hukum, bahkan masuk ke ranah pengadilan.
Ironi kedua, di masa kampanyenya Trump berjanji akan melindungi kaum LGBT. Dalam pidatonya di konvensi Partai Republik, Trump khusus membela komunitas LGBTQ. Huruf “T” di “LGBTQ” singkatan dari transgender.
“Sebagai presiden Anda,” katanya, waktu itu, “Saya akan melakukan segalanya dalam kekuasaan saya untuk melindungi warga negara LGBTQ kami,” kemudian menambahkan kualifikasi kritis, “dari kekerasan dan penindasan dari ideologi kebencian.”
Hal itu dia sampaikan tak lama setelah serangan di klub malam Pulse di Orlando. Tak lama setelah serangan itu pula, ia men-tweet bahwa pihaknya berpihak kepada komunitas LGBT. Tweet ini untuk meraih dukungan.
“Terima kasih kepada komunitas LGBT! Saya akan berjuang untuk Anda, sementara Hillary membawa lebih banyak orang yang akan mengancam kebebasan dan keyakinan,” demikian tweet-nya pada 15 Juni 2015, jauh sebelum dia terpilih menjadi Presiden AS menggantikan Barack Obama. (imn/cnn/washingtonpost/pojokbandung)