POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Ribuan massa yang tergabung dalam aliansi serikat buruh Jawa Barat geruduk Kantor Gubernur Jawa Barat di Gedung Sate, Jalan Diponegoro Kota Bandung, Kamis (27/10/2016). Para buruh menuntut Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, mencabut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan di 2017.
Secara sederhana, PP No 78 tahun 2015 mengatur formula kenaikan upah minimum hanya berdasarkan nilai inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi secara nasional. Padahal, pada hakikatnya Dewan Pengupahan Kota/ Kabupaten (DPK) menjadi tulang punggung penetapan upah minimum setiap kota/ Kabupaten untuk merekomendasikan kepada bupati dan walikota sekaligus merekomendasikan dan ditetapkan oleh gubernur sesuai Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Koordinator Aliansi Buruh Jawa Barat, Roy Jimto mengungkapkan, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, tidak menetapkan upah minimum provinsi berlandaskan PP nomor 78 tahun 2015, melainkan menetapkan upah sektoral sesuai rekomendasi bupati/walikota.
“Kami di sini berkumpul mendesak Ahmad Heryawan mendengar aspirasi kami tanpa harus ada kesepakatan dengan asosiasi sektor,” ucapnya saat ditemui usai orasi, Kamis (27/10/2016).
Roy menuturkan, bila Gubernur Jawa Barat bersikukuh pada 2017 nanti menerapkan upah minimum dengan cara mengacu pada PP 78 2015 maka akan bertentangan dengan UU 13 pasal 88-89 di mana upah minimum harus ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup layak.
“Kemarin 25 Oktober, Gubernur Aceh sudah menaikan upah minimum 20 persen dan mengabaikan PP 78, sekarang apakah Ahmad Heryawan berani melakukan hal serupa,” terangnya.
Senada, Koordinator Aksi Aliansi Buruh Jawa Barat, Ian Sofyan mengatakan, bila pengupahan buruh mengacu pada PP 78/ 2015 karena mengacu pada infalsi dan pertumbuhan laju ekonomi nasional apakah survei kelayakan di setiap kota dan kabupaten sudah dilakukan secara merata.
“Faktanya hanya beberapa kota/kabupaten saja yang disurvei. Logikanya kalau pengupahan berlandaskan PP 78 apakah buruh di setiap daerah akan mendapat kehidupan yang layak, sudah upah kecil harus tercekik karena inflasi dan laju ekonomi secara nasional,” keluhnya.
Selain tuntutan upah minimum, Ian menyampaikan, aspirasi terkait penghapusan tenaga kerja kontrak atau outsorsing yang dinilainya hanya dijadikan alat oleh cukong-cukong pengusaha untuk membatasi hak pekerja.
“Tal kalah penting adalah penegakan hukum tentang norma kesehatan dan keselamatan kerja dimana sampai saat ini kecelakaan kerja pekerja masih sering terjadi,” imbuhnya.
Sementara itu, dalam orasinya pada buruh mengancam akan melakukan aksi demonstrasi lebih besar lagi bila Gubernur Jawa Barat tidak berpihak pada buruh bahkan siap mogok kerja secara nasional serta mogok produksi.
Selain itu juga ada petisi dari Keluarga besar konfederasi serikat pekerja seluruh Indonesia Kabupaten dan Kota Bekasi dimana isinya menolak PP nomor 78/ 2015 tentang pengupahan, kemudian menuntut Ahmad Heryawan menetapkan UMK 2017 sesuai dengan undang-undang serta harus berani mengabaikan PP 78 lalu menetapkan upah minimum sektoral kabupaten 2017 sebagai mana seperti tahun 2016,” tandasnya. (arh/sry)