POJOKBANDUNG.com, BANDUNG–Ingin dewan pengupahan tetap dilibatkan, Aliansi Buruh Kota Bandung menolak Peraturan Presiden No 78 tahun 2015 tentang dewan pengupahan.
“Dalam PP tersebut, ditentukan bahwa UMK ditetapkan oleh pemerintah pusat berdasarkan inflasi produk domestik bruto,” ujar anggota Alisansi Buruh Kota Bandung, Rokhana, kepada wartawan Jumat (30/10).
Rokhana menegaskan, kinerja dewan pengupahan Kota Bandung sekarang sudah sampai tiga per empatnya. Khusus di Kota Bandung, seharusnya, kinerjanya diselesaikan dulu. Sebelum PP-nya diberlakukan,
“Sementara PP masih jadi polemik, di Kota Bandung sebaiknya tetap menggunakan kinerja dewan pengupahan,” tegasnya.
Selain itu, kenaikan yang ditetapkan oleh pusat, tidak lebih dari 10 persen. Ini sangat tidak adil, mengingat kenaikan di setiap daerah berbeda.
“Seharusnya, yang menentukan kenaikan UMK ya daerah. Karena kenaikan di daerah masing-masing berbeda,” tambahnya.
Belum lagi, kenaikan KHL ditentukan pusat setiap lima tahun sekali. Sedangkan kenaikan harga bisa mengalami kenaikan setiap saat.
Buruh sendiri, lanjutnya, mengharapkan kenaikan UMK tahun ini hingga 22 persen dari UMK sebelumnya.
“Kami sendiri tidak berharap banyak, kami menyerahkan sepenuhnya kepada dewan pengupahan. Tapi kalau kami ditanya, keinginannya naik 22 persen dari UMK sebelumnya,” terangnya.
Ini melihat pada kenaikan harga BBBM yang dalam setahun lalu mengalami beberapa kali kenaikan. Ditambah dengan kenaikan harga pokok yang cukup signifikan.
“Kami sendiri berharap item yang disurvey dalam menentukan KHL ada 80 item, bukan 60. Tapi sekarang, bukannya aspirasi kami diterima, tapi sudah dijegaldengan PP ini,” sesal Rokhana. (mur)