POJOKBANDUNG.COM, BANDUNG – Bakal Calon Wali Kota Bandung Arfi Rafnialdi menekankan pentingnya peran pemerintah dalam membuat kebijakan strategis bagi anak muda.
Berdasarkan data, jumlah anak muda di Bandung mencapai 648.282 orang atau 25 persen dari populasi Kota Bandung. Dari jumlah tersebut 80 persen berasal dari kalangan Gen Z dan 20 persen milenial.
“Pemuda ini bahan bakarnya pembangunan Indonesia kareba sekarang kita lagi punya bonus demografi. Bandung dengan banyaknya pemuda kreatif ini diharapkan punya peran strategis dalam melompatkan Indonesia menjadi Indonesia emas,” tutur Kang Arfi usai menghadiri acara Rapimpirda/Pemuda KNPI di Gelanggang Generasasi Muda Kota Bandung, Jalan Merdeka, Sabtu (7/9/2024).
Kang Arfi pun menyiapkan beragam program yang fokus menyasar kaum milenial dan Gen Z. Dari mulai beasiswa hingga memperbanyak ruang ekspresi.
“Apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah memfasilitasi baik dari Program pendidikan dalam bentuk beasiswa, memberikan fasilitas tempat bertemu atau ruang publik. Nah tentu kalo pemerintah kota bisa menyediakan fasilitas ruang publik yg bisa membuat para pemuda itu berkumpul dan bertukat ide, itu bisa jadi kegiatan kreatif bisa lebih banyak,” paparnya.
Tak hanya itu, Kang Arfi juga menyoroti masalah sulitnya anak muda dalam mendapat lapangan kerja. Karena itu, Kang Arfi berkomitmen untuk mempermudah akses anak muda dalam menjalankan usaha.
“Tentu concern para pemuda ada urusan ekonomi karena mereka ini fresh graduate atau berkeluarga muda. Jadi pemerintah perlu menyediakan lapangan kerja baik itu kemudahan berusaha bisnis baru atau mendorong UMKM naik kelas supaya ada kesempatan lapangan kerja,” ujarnya.
Tak hanya urusan lahiriah, Kang Arfi juga bakal mempermudah akses anak muda untuk mendapatkan bantuan profesional dalam urusan kesehatan mental.
Bukan tanpa alasan, ketimpangan di Kota Bandung selalu di atas angka nasional selama enam tahun terakhir. Ketimpangan memiliki korelasi yang tinggi pada kesehatan mental, merasa ditinggalkan, merasa berbeda dari yang lain, distribusi sumber daya dan kesempatan yang berbeda.
“Akses kepada bantuan professional (Psikiater dan Psikolog) masih sangat minim. Penempatan psikolog di pusat kesehatan (puskesmas) di seluruh Indonesia masih sangat terbatas. Sejauh ini, hanya Yogyakarta yang berhasil menempatkan psikolog di semua 18 puskesmas sejak tahun 2010. Jadi bukan hanya lahiriah, masalah batin juga diurus,” jelasnya. (dbs)