POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin soal pembatasan karya wisata usai kejadian kecelakaan rombongan SMK Lingga Kencana Depok, di Ciater Subang menuai beragam respon dari masyarakat.
Salah satu pendapat tersebut datang dari Pakar Transportasi Publik Itb, Sony Sulaksono Wibowo yang menyebut SE terbaru itu bersifat ambigu lantaran tidak fokus pada persoalan utama yakni kelaikan kendaraan.
“SE yang dikeluarkan kemarin saya kira terlalu melebar ya arah pembahasannya, kecelakaan yang terjadi itu kan akibat kendaraan yang tidak laik jalan dan geomatrik yang ekstrem, kok melebar ke soal study tour ini yang bikin gagal paham,” kata Sony, Selasa (14/5).
“SE Gubernur yang terbaru ini kurang tepat ya ibarat sakitnya di mana tapi diimbau mengobati yang mana, jadi kurang tepat saja,” sambungnya.
Ia menilai pemerintah seharusnya fokus pada pengetatan aturan mengenai keselamatan pariwisata, bukan malah membatasi kegiatan karya wisatanya. “Saya kira study tour tetap ada pun tidak masalah asal benar – benar bisa dipastikan bagaiman moda yang digunakannya apakah laik jalan atau tidak,” jelasnya.
Dia menyebutkan pembatasan karya wisata tersebut bukanlah solusi yang tepat usai kejadian kecelakaan yang merenggut 11 jiwa tersebut. Ia menilai, seharusnya pemerintah lebih fokus pada soal kelaikan kendaraan yang menyebabkan kecelakaan.
“Jadi salah sasaran sebetulnya SE itu, bukan soal study tournya tapi soal bagaimana penyedia layanan transportasi umum harus bisa memastikan kelaikan armadanya,” tutupnya.
Pengusaha Bus Harusnya Jadi Tersangka
Dirlantas Polda Jabar, Kombes Pol Wibowo menetapkan supir bus Trans Putra Fajar yang mengalami kecelakaan di kawasan Ciater, Subang Sabtu (11/5) lalu, Sadira sebagai tersangka dalam kejadian tersebut.
“Sadira (supir) terbukti lalai karena mengetahui kendaraannya tidak laik jalan tapi tetap dipaksakan sehingga menyebabkan kecelakaan yang mengakibatkan 11 orang meninggal dunia dan 40 lebih luka – luka,” kata Wibowo, Selasa (14/5).
Akibat kejadian itu, tersangka akan dikenakan pasal 411 ayat 5 Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan dengan ancaman hukuman maksimal 12 penjara dan denda Rp. 24 Juta. Kendati begitu, dia menyebut pihaknya masih akan mendalami kemungkinan adanya tersangka lain dalam kejadian tersebut.
“Kita masih terus mendalami kejadian kecelakaan ini, termasuk pemilik Po Bus akan diperiksa kedepannya sebab ditemukan fakta bahwa kendaraan tersebut tidak berijin dan KIR yang mati, juga fakta mengenai perubahan bentuk bus itu kita selidiki lebih lanjut,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Pakar Transportasi Publik Itb, Sony Sulaksono Wibowo menilai seharusnya sang pemilik Po bus naas tersebut pun turut dijadikan tersangka, tidak hanya supirnya saja.
“Kalau supirnya saja tidak tepat. Karena dia cuma menjalankan perintah. Bahkan supir tidak dalam keadaan ngebut atau mabuk, tidak ada itu. Pemilik bus justru harus jadi tersangka. Selama ini kan tidak pernah terjadi. Seluruh kesalahan pasti ditimpakan ke supir, kasihan supirnya,” pungkas Sony. (rup)
Evakuasi Kecelakaan Bus di Ciater Subang