POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Apabila dicermati dengan seksama, sejarah perjalanan bangsa bukan hanya seputar angkat senjata, berdiskusi atau berfikir tentang ideologi bangsa dan semacamnya. Dibalik itu semua, terdapat sistem keuangan yang menyokong kehadiran bangsa. Atas itu, Kementerian Keuangan menghadirkan sebuah museum sebagai etalase sejarah perjalanan keuangan negara, yakni Museum Perbendaharaan.
Museum ini terletak di Gedung Dwiwarna Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat (DPJb), Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Museum yang diresmikan pada 26 September 2017 ini, dibagi menjadi tujuh ruang utama yaitu, ruang sejarah singkat perjalanan perbendaharaan negara, auditorium, Wall of Fame, pojok KAA, koleksi benda dan peralatan kantor, buku staatsblad, dan special mission.
Memasuki ruangan museum, pengunjung langsung disuguhkan tentang perjalanan keuangan negara. Mulai dari sejarah uang, menteri dari masa ke masa, hingga benda-benda sebagai saksi bisu perjalanan pengelolaan keuangan negara.
Pemilihan Gedung Dwiwarna sebagai lokasi museum pun tak lepas dari peranan penting gedung ini sebagai ruang rapat Komisi Ekonomi dan Komite Kebudayaan pada penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1995 silam.
“Museum ini dibentuk dan ditempatkan di sini berdasarkan kebutuhan kita akan keberlanjutan edukasi keuangan negara kepada publik, pengelolaan perbendaharaan secara khususnya, dan keuangan negara secara umum,” kata Kepala Kanwil DPJb, Heru Pudyo Nugroho kepada Radar Bandung, Senin (20/2).
Peran penting keuangan negara atas perjalanan bangsa dari masa kolonialisme sampai saat ini, menjadi gagasan utama pendirian museum. Sehingga diharapkan, museum ini bisa menjadi pusat edukasi dan wisata masyarakat tentang keuangan negara.
“Karena memang perjalanan republik ini berdiri, tidak terlepas dari keuangan negara. Keuangan negara ini juga mendasari terbentuknya pemerintahan negara. Bahkan itu sudah berlangsung saat zaman kerajaan,” ujar Heru.
Ia menuturkan, salah satu edukasi penting yang dihadirkan dalam museum ini adalah sejarah produk hukum keuangan negara yang baru “merdeka” pada tahun 2003, setelah sebelumnya negara masih terus menjadikan Indische Comptabiliet Wet (ICW) tahun 1925 sebagai acuan pengelolaan keuangan, yang notabene adalah produk hukum kolonial.
“Keuangan negara baru merdeka pada tahun 2003, dengan lahirnya UU 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, menggantikan produk hukum keuangan negara warisan kolonial Belanda. Sebelum itu, kita menganut Indische Comptabiliet Wet (ICW) tahun 1925. Kalau ICWnya sendiri sudah dari tahun 1888 dan direvisi tahun 1925, dan itu diacu sampai tahun 2003, puluhan tahun kita mengacu warisan kolonial,” tuturnya. Kemudian, pada tahun 2004, lahir juga UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan, yang juga menandai kehadiran Ditjen Perbendaharaan.
“Perjalanan ini tentunya perlu didokumentasikan, perjalanan sejarah bangsa yang mengacu bentuk kolonial, kemudian setelah kemerdekaan, dan lain sebagainya, supaya masyarakat juga generasi sekarang bisa mengetahui perjalanan keuangan negara. Maka kemudian timbul ide untuk menghadirkan museum ini pada tahun 2012-2013,” ungkap Heru.
“Kala itu, kita kumpulkan benda-benda koleksi sejarah yang menjadi bagian dari alat untuk menjalankan tugas perbendaharaan negara dari seluruh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Indonesia untuk dipajang di sini. Lalu kita menyusun konsep display dan narasi sejarahnya,” imbuh Heru.
Saat ini, Museum Perbendaharaan terus beroperasi sebagai etalase sejarah perjalanan keuangan negara. Dibuka setiap hari Sabtu, Minggu, dan Senin pukul 09.00-16.00. Siapapun bisa masuk dan menikmati benda-benda koleksi keuangan negara tanpa dipungut biaya.
Seperti sejumlah museum yang sudah eksis di Kota Bandung dan Indonesia, Museum Perbendaharaan tentu masih memiliki “pekerjaan rumah” untuk berbenah.
Tantangan utamanya, yaitu menyuguhkan sejarah dan serba-serbi keuangan negara dengan sederhana juga menyenangkan kepada para pengunjungnya. Heru mengatakan, pihaknya akan terus mengkaji dan mengembangkan konten dan kegiatan museum agar bisa mencapai cita-cita sebagai sarana edukasi sekaligus wisata bagi seluruh pengunjungnya.
“Kita akan terus mengembangkan museum ini, penambahan benda koleksi, perbaikan manajemen museum dan display benda, hingga pemanfaatan teknologi untuk menyederhanakan presentasi sejarah keuangan, bisa juga kita menyuguhkan sebuah film untuk merangkum sejarah keuangan. Hal ini tentu sebagai upaya kita menarik minat masyarakat untuk berkunjung ke museum ini,” kata Heru.
(sir)