POJOKBANDUNG.com – Baintelkam Polri menggelar diskusi terkait intoleransi, radikalisme dan terorisme di Lapas Cipinang, Jakarta Timur, Rabu (3/3). Dalam seminar itu, terdapat kisah seorang napi teroris yang dulunya merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dia adalah Yudi. Dia merupakan lulusan sekolah abdi negara, STPDN, atau yang kini menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Namun, paham radikalisme membuatnya memilih bergabung dengan kelompok teroris Aman Abdurrahman dan Dulmati.
“Tahun 2007 saya bergabung dengan Aman Abdurrahman, saya sebagai aparatur negara memilih keluar dan ingin mengawal negara, saya di Aceh dipercaya sebagai korlap, mungkin karena saya sudah mengenali wilayah Aceh,” ujar Yudi, dalam keterangan tertulis dari Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (4/3).
Menurut Yudi, semenjak bergabung dengan kelompok teroris, kebenciannya terhadap NKRI begitu besar. Ilmu yang ia dapat selama di IPDN pun, berganti dengan doktrin yang diajarkan Aman Abdurrahman.
“Tahun 2010 saya ditangkap dengan status saya masih PNS aktif, tapi saya tidak takut dan tidak merasa salah saya ikhlas dan mereka ini pun bentuk perjuangan saya,” tuturnya.
Selama di penjara, ia bertemu Ali Imron, terpidana kasus terorisme yang memilih kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Nasihat-nasihat Ali kerap disampaikan, dan terngiang di ingatan Yudi. “Saya dulu mendapat kesesatan berpikir, semakin saya mendekatkan diri dengan Allah semakin belajar agama semakin timbul kebencian, semakin timbul rasa ingin perang,” tuturnya.
Hingga akhirnya Yudi juga memilih jalan yang telah dilalui Ali, yakni kembali ke NKRI. Menurut Yudi, wejangan orangtua juga menjadi salah satu jalan sampai pada akhirnya ia memutuskan ‘bertobat’.
Yudi mengaku sangat ingat pesan ayahnya, yang menurutnya teramat mengena bagi dirinya, dan mungkin bagi orang lain yang menjadi teroris. “Ayah saya bukan ustaz, tapi dia katakan ‘kalau ajaran agama kamu memutuskan silaturahmi dengan orangtua, saya yakin ajaran kamu salah, di Alquran saja ridho Allah adalah ridho orang tua’,” jelasnya.
Yudi saat ini banyak berupaya melaksanakan kontra-radikalisme maupun kontra-terorisme dengan cara bertukar pikiran. Salah satu yang ia soroti ialah pertentangan antara agama dan negara, yang menjadi dasar pemikiran para teroris.
“Alsannya, karena Tuhan menciptakan dan menyusun manusia itu menurut satu bentuk. Yaitu hanya dapat tumbuh dan mempertahankan hidupnya dengan bantuan makanan. Karena kita perlu bantuan orang lain, kita butuh suatu negara yang mengorganisir, bukan seprti hutan rimba,” tambah dia.
Lalu, lanjut Yudi mengatakan pada dasarnya manusia membutuhkan bantuan dari orang lain, guna memperoleh perlindungan terhadap dirinya. Hal ini merupakan fungsi kehadiran negara, yakni untuk menghadirkan kesejahteraan dan keamanan bagi masyarakat. “Manusia tanpa negara. Suriah kelaparan, kedinginan, dan perang Rohingya kelaparan dan kedinginan,” jelasnya.
Sementara, perwakilan Baintelkam Polri, Kombes Asep Ruswanda mengatakan pihaknya menggelar dialog tersebut dalam rangka menjalin komunikasi dengan para napiter. “Kita mau bekerja sama dengan bapak-bapak untuk membangun negara ini. Kita semua berbeda-beda tapi kalau kita menyatu dapat membangun negara dan dapat bermanfaat bagi kita semua,” kata dia.
Adapun sesi tanya-jawab turut digelar dalam forum diskusi tersebut. Tak sedikit dari penanya yang merupakan napiter, mempertanyakan nasib mereka seusai bebas dari penjara. “Kekhawatiran saya setelah lulus bagaimana Pak? Apakah pemerintah memberikan solusi untuk kita yang sudah bebas?,” tutur salah seorang napiter.
Perwakilan Baintelkam Polri lainnya, AKBP Syuhaimi lalu mencoba menjelaskan. Ia meminta para napiter tak perlu khawatir terhadap kehidupan di luar penjara usai bebas. “Yakinlah kalau kita benar-benar tulus mau kembali ke masyarakat pasti ada jalannya, seperti Pak Yudi. Beliau terpuruk tidak punya masa depan tapi beliau bisa bangkit dan seperti sekarang ini,” kata dia.
“Kami di Baintelkam Polri tugasnya mem-backup BNPT dan Densus, sekarang ini dari BNPT dan Densus melakukan penjejakan skill kita di bidang apa dan mereka membuat jembatan atau fasilitas, sehingga ada yang akan menyampaikan program-program yang sudah berjalan seperti ada yayasan atau komunitas, dan ada juga bidang-bidang lain yang dapat mengakomodir kemampuan kita agar dapat beradaptasi setelah keluar sehingga ada kerja sama yang baik,” papar Syuhaimi.