Kisah Pasien Covid-19 di AS yang Alami Demam Kronis Nyaris Setahun

POJOKBANDUNG.com – Seorang guru pre-school Oregon, Portland, Amerika Serikat, bernama Amy Watson mengalami demam kronis selama 344 hari. Hampir setahun setelah dia didiagnosis dengan Covid-19. Hingga kini dia masih menderita gejala yang dialami.

Selain demam, Watson mengatakan kepada Insider bahwa dia masih mengalami kelelahan kronis, ‘kabut otak’, migrain hebat, masalah gastrointestinal, dan nyeri tubuh yang parah. Guru berusia 47 tahun, yang tidak memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya sebelum tertular virus itu, juga mengalami takikardia (gangguan jantung). Dia mengatakan setiap kali dia melangkah di bawah pancuran air, detak jantungnya mencapai lebih dari 100 detak per menit.

“Ini benar-benar menantang. Saya tidak ingin orang tahu dari pengalaman pribadi saya seperti apa,” kata Watson kepada Insider.

Dilansir dari Science Alert, Senin (22/2), Watson adalah salah satu kelompok korban Covid-19 berkepanjangan yang terus berkembang, atau yang disebut ‘long-haulers’. Tubuhnya telah dilemahkan oleh virus yang hanya sedikit diketahui.

Watson mengatakan bahwa, usaha menemukan perawatan untuk mengobati semua kondisinya itu telah membuatnya frustrasi. Dan dia sangat sering merasa tak dipercaya oleh profesional perawatan kesehatan.

“Ketika kami pergi ke dokter dan memberi tahu bahwa gejala kami cukup parah mereka tidak mau membuang-buang waktu. Dan itu cukup membingungkan sebagai pasien,” lanjut Watson.

“Orang-orang hanya perlu memahami. Kami ingin menjadi lebih baik dan kembali ke kehidupan kami dan mudah-mudahan tidak ada sebagian besar populasi yang mengalami efek permanen akibat penyakit ini,” tambahnya.

Tetapi sekarang, klinik pasca-pemulihan long-Covid seperti Watson sudah mulai banyak beroperasi. Menurut sebuah penelitian CDC yang diterbitkan pada musim panas, sekitar 1 dari 3 orang dengan Covid-19 akan memiliki gejala yang berlangsung lebih lama dari biasanya dua minggu.

Gejalanya dapat bervariasi dari batuk yang sedang berlangsung hingga paru-paru yang terluka. Tidak hanya memengaruhi orang yang harus dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 tetapi juga mereka yang memiliki kasus yang lebih ringan.

Pusat perawatan pasca-Covid bertujuan untuk menyatukan tim ahli dari berbagai spesialisasi untuk mengatasi semua masalah luas yang dihadapi para pengidap berkepanjangan. Salah satu klinik pertama adalah Rumah Sakit Mount Sinai di New York City. Dan telah merawat 1.500 orang sejak dibuka pada Mei.

“Tujuan dari pusat ini adalah untuk mengisi kekosongan pasien yang ingin mencari perawatan, yang merasa frustrasi, khawatir untuk perawatan yang tepat,” kata Ahli Jantung dr. Ruwanthi Titao.

Lalu banyak penderita long-Covid, terutama mereka yang dirawat di rumah sakit, mengalami depresi atau, dalam beberapa kasus, gangguan stres pascatrauma (PTSD). Salah satunya dialami kasus Heather-Elizabeth Brown, seorang pelatih perusahaan berusia 36 tahun dari Detroit, Michigan, yang harus memakai ventilator pada bulan April setelah pneumonia yang disebabkan oleh virus Korona menyebabkan paru-parunya gagal. Brown, yang mengalami koma selama 31 hari, mengatakan pengalamannya membuat trauma.

“Saya ingat saya menulis surat wasiat saya di atas serbet dan menaruhnya di salah satu sepatu bot saya dan memastikan. Saya hanya tidak tahu pada saat itu apakah saya akan keluar hidup-hidup,” katanya.

(jpg)

loading...

Feeds

POJOKBANDUNG.com – Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) mengumumkan kerja samanya dengan Universitas Pasundan (Unpas) melalui penandatangan Nota Kesepahaman (Memorandum …