POJOKBANDUNG.com, SOREANG – Meski harga daging sapi dari suplier sudah naik, namun sejumlah pedagang daging sapi tak berani menaikkan harga jualnya karena takut ditinggal pembeli.
Pedagang daging sapi lokal di Pasar Soreang, Eep mengatakan kenaikan harga daging sapi sudah terjadi sejak Desember 2020 atau tepatnya saat moment Natal dan Tahun Baru. Namun, hingga kini belum ada penurunan harga lagi.
“Harga daging sapi yang paling bagus Rp100 ribu dan paling tinggi Rp120 ribu,” ujar Eep saat ditemui di Pasar Soreang, Minggu (24/1).
Setiap harinya, Eep bisa mengambil daging sapi dari Pasar Baru sebanyak satu kwintal. Tapi semenjak ada kenaikan harga, belum tentu bisa terjual semua. Meski ada kenaikan harga dari suplier, dirinya mengaku tak berani menaikan harga jual, karena takut pembeli komplen.
“Kalau dari suplier naik, di pasar susah naikinnya karena pelanggan tahu harganya segitu. Nanti pembeli banyak yang komplen. Jadi kalau daging mah dampaknya ke tukang sate, kerumah makan padang, ikut naik,” tutur Eep.
Jenis daging yang dijual oleh Eep adalah daging lokal. Kata Eep, jika harga daging terus melonjak naik, maka tidak menutup kemungkinan akan dilakukan mogok jualan. Apalagi hingga saat ini belum ada respon dari pemerintah.
“Sama mau mogok, cuman engga tau kapannya. Kalau saya mah instruksinya dari Pasar Baru, semuanya juga banyak ngambil dari Pasar Caringin. Kalau tutup ya tutup semua,” ungkap Eep.
Pedagang daging sapi impor di Pasar Soreang, Afif mengatakan kondisi lonjakan harga daging sapi sudah terjadi sejak sebulan yang lalu. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan ketersediaan daging sapinya yang kosong.
“Kalau dulu pas lebaran, harganya Rp88 ribu (dari suplier), kita bisa menjual Rp140 ribu sampai Rp150 ribu,” ucap Afif di Pasar Soreang, Minggu (24/1).
“Kalau sekarang harga dari suplier Rp95 ribu melebihi harga waktu lebaran, tapi dijualnya cuman paling bagus Rp120 ribu, rata-rata Rp110 ribu, ke warungan Rp115 ribu,” sambung Afif.
Kondusi ini membuat pembeli dikiosnya turun. Afif mencontohkan, biasanya pedagang bakso biasa membeli daging sapi sebanyak sepuluh kilogram, namun semenjak ada kenaikan harga, hanya membeli delapan kilogram saja.
“Kan yang pembeli itu dinaikin engga mau. Sekarang pedagang daging sapi rugi. Kalau yang paling ke imbas itu pemotong, karena dari jagalnya sudah mahal,” kata Afif.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung, Marlan menilai normal bila harga daging sapi di pasar sebesar Rp120 ribu. Namun terkait dengan harga daging sapi dari suplier yang dinilai mahal oleh pedagang, kata Marlan, kemungkinan dikarenakan proses distribusi yang terganggu.
“Pasokan kita ini terganggu akibat cuaca, misalnya banjir dijalan. Tapi nanti akan kita cari tahu lagi,” ujar Marlan di Kantor Disperindag Kabupaten Bandung, Soreang.
“Untuk sapi penggemukan ada di Cikancung, disana emang kosong atau gimana, nanti kita cek,” sambungnya.
Terkait dengan ancaman pedagang daging sapi yang akan melakukan mogok berjualan, kata Marlan, itu adalah haknya para pedagang. Kemudian, Disperindag Kabupaten Bandung tentunya akan mencari akar masalahnya.
“Kalau pun mahal nanti bisa operasi pasar, tapi biasanya daging sapi yang diberikan itu daging beku karena harganya lebih murah. kalau daging beku biasanya impor tapi kualitasnya sama,” tutur Marlan.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran mengatakan di Kabupaten Bandung memang tersedia fasilitas hewan. Kata Tisna, di Kabupaten Bandung ini didominasi dewan, sementara untuk sapi itu relatif.
“Jadi sapi itu relatif, bandar itu lebih banyak memasarkan di daerah Purwakarta, Tasik, dan Tanjung Sari, sementara Bandung ini khusus penjualan domba,” kata Tisna.
Menurut Tisna, kalau terjadi kenaikan harga maka hal tersebut menjadi kesempatan bagi petani untuk mendapatkan keuntungan.
“Kalau misalkan dagingnya, pemerintah punya inisiatifnya daging beku. Beku kan relatif lebih murah, kualitas mah relatif sama. Tapi gimana permintaan,” pungkas Tisna.