Marak Aplikator Transportasi Online Baru, Harus Ada Jaminan Keselamatan Penumpang

I
LUSTRASI: Ilustrasi Ojek Online tengah mengantarkan pelanggan (Galih Cokro/Jawa Pos)

I LUSTRASI: Ilustrasi Ojek Online tengah mengantarkan pelanggan (Galih Cokro/Jawa Pos)

POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Aplikator penyedia transportasi online di Indonesia makin marak bermunculan, baik yang berasal dari luar negeri maupun lokal. Namun, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena berhubungan dengan keselamtan penumpang.

Pengamat Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sekaligus Ketua Masyarakat Transportasi Jawa Barat, Sony Sulaksono menilai hingga saat ini belum ada regulasi yang secara tegas mengatur perizinan aplikator transportasi online sehingga mereka dengan mudah masuk dan beroperasi.

“Saya mengamati ada banyak aplikator yang secara konsep mengikuti Grab dan Gojek beroperasi di beberapa kota. Sekarang ada lagi Maxim lalu kabarnya akan masuk DiDi dari China,” ujar Sony saat dihubungi, Senin (7/12/2020).

Keberadaan aplikator baru, menurut dia, sangat wajar saja jika akhirnya terjadi perang tarif. Namun, persoalannya adalah siapa yang memberikan jaminan keselamatan kepada penumpang.

“Bagaimana jika terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh pengemudi transportasi online yang tidak berizin ini?” ungkap Sony.

“Apakah mereka membuka usaha di Indonesia dengan izin? Siapa yang akan memberi sanksi jika terjadi pelanggaran? Meskipun sudah ada sanksi yang dituliskan dalam Permenhub apa sudah ada penertiban yang dilakukan?” tambahnya.

Oleh karena itu, Sony menilai layanan online di Indonesia masih bersifat sporadis, asal punya aplikasi, bisa langsung beroperasi. Perlu adanya integrasi antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kominfo untuk menertibkan layanan online.

“Transaksi online itu diatur Kominfo, tapi Kominfo tidak bisa mengatur transaksi di aplikasi transportasi online. Sementara Perhubungan juga tidak bisa mngengatur masalah aplikasi, mereka hanya mengurus urusan di jalanan. Belum ada integrasi keduanya. Kalau mau tertib kuncinya di pemerintah sebagai regulator,” tandas Sony.

“Kalau regulasi dan sanksinya sudah jelas, harusnya tidak akan ada itu praktik predatory price. Karena sudah ada ketentuannya dalam PM 12 Tahun 2019 dan Kepmenhub 348. Masalahnya, kalau tidak mengikuti aturan, siapa yang akan memberi sanksi? Harusnya Kominfo punya kewenangan menutup aplikasi”.

Ia mengingatkan, jangan sampai pemerintah sibuk membenahi saat sudah banyak terjadi kasus, seperti penculikan, kekerasan, dan lain-lain. “Padahal sudah pernah terjadi kasus penculikan pencurian di dalam kendaraan online, tapi itu belum cukup menggugah pengambil keputusan untuk merapihkan regulasi itu,” pungkas Sony.

(rls)

loading...

Feeds

POJOKBANDUNG.com – Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) mengumumkan kerja samanya dengan Universitas Pasundan (Unpas) melalui penandatangan Nota Kesepahaman (Memorandum …