POJOKBANDUNG.com, SOREANG – Di masa tenang jelang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bandung 2020, Bawaslu Kabupaten Bandung dihadapkan pada dua kasus dugaan politik uang, yang dianggap akan menguntungkan dua pasangan calon (paslon) yang berbeda.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kabupaten Bandung, Hedi Ardia mengatakan kasus pertama yaitu berdasarkan laporan yang disampaikan masyarakat. Yaitu tentang adanya upaya pembagian paket sembako berupa beras sebanyak 43 karung, minyak goreng sebanyak 368 liter dan 23 amplop yang berisi uang sebanyak Rp150 ribu.
“Berdasarkan informasi dari Panwascam Paseh, upaya pembagian sembako ini terjadi pada pukul 23.00 WIB, hari Minggu (6/12). Saat itu, warga yang merupakan bagian timses paslon menyampaikan adanya upaya pembagian sembako,” kata Hedi saat dihubungi wartawan, Senin (7/12).
Setelah mendapatkan informasi mengenai kejadian tersebut, maka Panwascam langsung meluncur ke lokasi kejadian, tepatnya persis depan Pasar Domba, Kecamatan Paseh.
Hedi mengungkapkan ada banyak massa di lokasi kejadian. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tak diinginkan, maka kasus tersebut sempat dibawa ke Polsek Paseh untuk diinterogasi oleh Panwascam.
“Berdasarkan pengakuan dari orang yang mengendarai kendaraan pengangkut logistik tersebut, bahwa paket sembako akan dibagikan untuk relawan tingkat RT dan RW. Sedangkan, adanya bahan kampanye paslon nomor 3 diakui merupakan sisa dari kegiatan kampanye pada hari sebelumnya,” ungkap Hedi.
Kata Hedi, kasus ini merupakan dugaan pidana pemilu, maka selanjutnya barang bukti dibawa oleh Bawaslu Kabupaten Bandung untuk selanjutnya ditangani oleh Sentra Penegakkan Hukum Pemilu Terpadu (Gakkumdu), yang terdiri dari pengawas pemilu, penyidik kepolisian dan dari unsur kejaksaan.
“Perlu diketahui semua kasus dugaan pidana pemilu itu ditangani oleh Sentra Gakkumdu bukan hanya oleh pengawas pemilu. Dengan demikian, tak perlu ada keraguan karena semua ditangani sesuai dengan aturan dan ada keterlibatan aparat penegak hukum,” tutur Hedi.
Kasus kedua yaitu dimana Bawaslu juga mendapat informasi tentang adanya pembagian sembako yang dilakukan oleh timses paslon nomor satu di Kecamatan Cangkuang pada 2 Desember 2020.
Dalam video yang diterima Bawaslu, terlihat ada seorang mantan anggota DPRD Kab Bandung berinisial EK mengajak warga memilih paslon nomor 1 sambil diatas panggung sambil membagikan paket sembako.
“Dalam satu paketnya berisi beras, mie instan dan gula putih. Berdasarkan informasi yang ada di lapangan, total paket sembako yang telah dibagikan itu sebanyak 60 bungkus untuk warga Kampung Cirangang, Desa Jatisari, Kecamatan Cangkuang,” terang Hedi.
Kedua kasus ini, sedang dalam tahap kajian pemenuhan unsur baik formil dan materialnya. Pesan terpenting dari pengungkapan dua kasus dugaan politik uang ini adalah kepada semua pihak untuk tidak melakukan upaya-upaya mempengaruhi pemilih dengan iming-iming sembako.
“Kepada publik perlu diketahui juga semua proses penanganan pelanggaran itu diproses bersama Gakkumdu. Kasus itu lanjut atau tidak sudah ada mekanisme dan aturan mainnya bukan dengan standar kebencian kepada salah satu paslon,” pungkas Hedi.
Sementara itu, terkait video viral yang terjadi Minggu malam (6/12), anggota fraksi PKB DPRD Kabupaten Bandung, Renie Rahayu mengatakan bahwa sembako yang dikirim dalam mobil tersebut merupakan akomodasi untuk kader partai, sekaligus relawan jaga lembur di kecamatan, khususnya di dapil 5 yaitu Majalaya, Ibun, Paseh & Solokanjeruk.
“Jika dalam video tersebut, ada seorang pria mengatakan bahwa sembako tersebut ditujukan untuk ‘ngebom’ itu salah. Justru sembako itu kita niatkan untuk membantu para kader sekaligus relawan, untuk melakukan jaga lembur, ya semacam ronda untuk pencegahan money politic dalam pilkada ini,” ujar Renie saat wawancara di Baleendah, Senin (7/12).
Renie menjelaskan bahwa program pendistribusian sembako itu karena dirinya mengaku bertanggung jawab kepada relawan. Agar bisa tetap “standby” dan tidak terserang kantuk. Yang paling penting, lanjut Renie, yaitu sembako tersebut sebagai bahan baku dan bekal untuk ‘ngaliwet’ yang akan dibagikan kepada para koordinator di tingkat kecamatan, desa hingga RW.
“Apakah salah memberikan cost politik terhadap relawan? Kan sekalian mereka sambil ‘ngaliwet’ mereka diberi tugas untuk mengawasi dan mengantisipasi serangan serangan money politic yang diluncurkan pihak lawan,” jelas Renie.
Berdasarkan pengalamannya, pada pemilihan Bupati & Wakil Bupati tahun 2015 lalu, bahwa serangan fajar terjadi setelah Isya sampai subuh.
“Tentu saja, kami berinisiatif untuk memberikan bahan baku jaga lembur atau ronda untuk koordinator sekaligus relawan agar tidak mengantuk sekaligus membantu penyelenggara pemilu agar tidak terjadi money politik,” ujarnya.
Renie menyayangkan sikap sejumlah orang yang salah tafsir atas pendistribusian sembako tersebut. Ia menilai itu cost politik dan jangan diframing berlebihan, seakan akan itu bahan baku buat money politik.
“Sudah menjadi kewajiban partai memperhatikan kadernya yang bekerja berbulan bulan mereka disuruh jaga konstituen sampai pencoblosan,” tutup Renie.
(fik)