Berebut Pasar dengan Produk Berlabel Halal

Ilustrasi

Ilustrasi

“Label halal? Sangat penting supaya kita bisa bersaing di pasar,” kata Agus Hermawan (43) kepada Pojokbandung.com yang bertanya perihal penting tidaknya sertifikasi halal bagi produk makanan olahan yang dibuatnya. Agus adalah pengusaha UMKM yang memproduksi camilan tradisional kicimpring.

Agus memproduksi kecimpring di rumahnya di kawasan Kiara Condong Kota Bandung. Meski usaha yang telah digelutinya sekitar tujuh tahunan itu masih dikatagorikan mikro kecil, Agus sadar betul pentingnya sertifikasi halal. dicantumkan dalam produk yang dibuatnya. Oleh karenanya, Agus berupaya memperoleh sertifikat halal yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kicimpring Hidayah buatannya kini sudah mengantongi sertifikat halal sehingga bisa mencantumkan label halal dalam kemasannya. Artinya, semua proses produksi kicimpring yang dilakukan Agus telah sesuai dengan standar kehalalan yang diberlakukan oleh MUI.

“Dengan label halal, kicimpring yang saya buat telah memenuhi syarat kehalalannya. Jadi konsumen tidak lagi kuatir mengkonsumsinya,” tutur Agus. Kicimpring buatan Agus memang masih belum diproduksi besar-besaran. Hal itu bukan berarti karena kurangnya permintaan pasar.

Agus mengungkapkan, kicimpring buatannya secara rutin dipasok ke permintaan konsumen yang kebanyakan berasal dari kawasan Kota Bandung dan sekitarnya. Sejumlah permintaan lain seperti dari Jakarta, Tangerang serta Garut kerap kali harus dipenuhi pula.

Dengan pasar di Indonesia yang mayoritas muslim, Agus paham betul bilamana kicimpringnya memang harus memenuhi standar kehalalan. Dengan telah adanya label halal di kemasannya, Agus  berpendapat ada nilai lebih sebagai penarik minat konsumen.

Salah satu konsumen produk kicimpring buatan Agus, Lavianti, mengatakan produk yang berlabel halal menjadi pilihan utamanya. “Akan lebih baik (dengan label halal) karena ini berarti ada garansi kalau produk yang saya konsumsi benar-benar produk yang halal. Jadi, sebagai konsumen saya tidak lagi was-was,” imbuh ibu rumah tangga yang berdomisili di kawasan Dago ini.

Sayangnya, saat ini belum semua produk UMKM telah berlabel halal sehingga mau tidak mau kerap kali Lavianti harus membeli produk yang tanpa berlabel halal. Kendati demikian, lanjutnya, sebagai konsumen Lavianti  berkeyakinan produk UMKM itu tetap melalui proses produksi yang sesuai prinsip kehalalan yang disyaratkan.

Masih adanya sikap konsumen seperti itu diakui  pakar  Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran Bandung, Prof Erie Febrian, SE.,MComm.,PhD. Menurut Erie, konsumen, terutama di wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim di Indonesia, memang belum terlalu awareness dengan pelabelan produk halal ini.

Konsumen, sebut Erie, berkeyakinan produk yang dibelinya memenuhi persyaratan kehalalan meski tanpa ada label halal di kemasannya. Terlebih lagi, bilamana produk tersebut dibuat oleh UMKM yang berada di wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim seperti di Jawa Barat sehingga riskan bila produsen UMKM  membuat produk yang tidak halal untuk dipasarkan di pasar yang mayoritas Muslim.

“Produsen sekelas UMKM sebenarnya justru memiliki kepedulian besar untuk memproduksi produk makanan dan minuman yang halal meski belum memiliki sertifikasi halal. Standar kehalalan produk tetap mereka patuhi,” imbuh Erie yang dihubungi Pojokbandung.com melalui telepon, Selasa (12/11).

loading...

Feeds

Penggiat Event Curhat ke Kang Arfi

Penggiat Event Curhat ke Kang Arfi

POJOKBANDUNG.com, BANDUNG- Konser band kawakan Sheila On 7 sempat direncanakan berlokasi di Kota Bandung pindah ke Kabupaten Bandung. Hal itu menjadi …