POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Kelompok pendukung dan yang menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) menggelar aksi. Meski akhirnya, kebijakan itu disahkan oleh anggota DPR RI.
Sebelum disahkan, dua kelompok masyarakat yang menggelar aksi tersebut menyuarakan aspirasinya di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (17/9/2019). Meski begitu, unjuk rasa berjalan tanpa ada gesekan yang membuat kericuhan.
Aksi unjuk rasa pertama digelar oleh masyarakat yang tergabung dalam Pemuda Mandiri Peduli Rakyat Indonesia (PMPRI), tak lama sesudah DPR RI mengesahkan RUU KPK. Dalam aksinya, PMPRI menyambut baik pengesahan RUU KPK. Pasalnya, RUU KPK diyakini akan membuat KPK Lebih kuat, profesional, dan berintegritas.
Koordinator aksi Andri Beri menyampaikan empat pernyataan sikap, satu di antaranya meminta semua lembaga negara bekerja sesuai dengan landasan UU, bukan atas dasar kepentingan kelompok maupun golongan.
“Revisi UU KPK perlu segera disahkan guna mengatur hal yang perlu diatur dalam UU. Tujuan dari revisi itu adalah untuk memperkuat keberadaan KPK,” tegas Andri.
Usai bubar, kelompok lain yang menamakan diri Poros Revolusi Mahasiswa Bandung yang menolak RUU KPK juga menggelar aksi yang sama. Sebelum bergeser ke Gedung Sate, mereka berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jabar yang juga berada di kawasan Jalan Diponegoro, Kota Bandung.
Dalam aksinya, mereka menyatakan dengan tegas menolak RUU KPK. Mereka menilai, pengesahan RUU KPK tergesa-gesa dan sangat kontras penuh dengan kepentingan untuk mengebiri lembaga antirasuah itu.
Kordinator aksi, Ilyasa Ali Husni mengatakan, wewenang dan fungsi KPK sebagai lembaga independen seharusnya tidak mendapat intervensi dari pihak manapun, termasuk pihak eksekutif.
“Kami menolak karena KPK seharusnya tidak mendapat intervensi dari pihak manapun. Kami menuntut Presiden dan DPR RI untuk membatalkan pengesahan RUU KPK karena dinilai tergesa-gesa dan tidak masuk ke dalam prolegnas prioritas tahun 2019,” tegasnya.
Mereka juga menyampaikan lima pernyataan sikapnya, yakni menolak keras RUU KPK karena akan mengebiri independensi KPK dan meringankan sanksi tindak pidana korupsi serta mengancam prinsip demokrasi.
Selain itu, pihaknya juga mendesak Presiden dan DPR RI untuk mengkaji ulang isi draf RUU KPK dengan perubahan signifikan yang menguatkan lembaga independen KPK tanpa intervensi dari pihak lain. Mencabut pimpinan KPK terpilih karena terindikasi melakukan pelanggaran kode etik serta memilih kembali pimpinan KPK yang ideal dan sesuai dengan kriteria pada aturan yang berlaku.