PojokBandung – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI diminta untuk mengaudit indikasi kerugian negara akibat penumpukan beras di gudang Bulog. Pasalnya, pembelian beras tersebut menggunakan pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah mengatakan indikasi kerugian negara akibat kendala oenyaluran beras oleh Bulog bisa melalui audit kinerja mupun keuangan.
Hasil temuan itu dijadikan dasar restrukturisasi atau semacam rekomendasi. Jika temuan kinerja dan kerugiannya besar, bisa saja, ia katakan Bulog dibubarkan dan dijadikan PT.
“Dari audit itu akan ketahuan seberapa besar dari kinerja dari Bulog itu sendiri maupun kerugian negara akibat gagal jual dan distribusi,” ujarnya belum lama ini.
Terpisah, Dekan Fakultas Pertanian UGM Dwi Andreas Santosa mengatakan Bulog saat ini menghadapi situasi dilematis. Menurutnya, sebelum ini dalam program rastra atau turunya raskin, Bulog outletnya jelas 230 ribu ton per bulan.
Namun, sejak tahun lalu program diubah jadi bantuan pangan non tunai (BPNT). Dengan program tersebut, penerima manfaat mendapatkan semacam voucher sebesar Rp 110 ribu yang bisa digunakan membeli beras di warung.
“Karena peralihan tersebut Bulog tidak bisa lagi menyalurkan berasnya. Jadi itu persoalan yang dihadapi Bulog saat ini,” paparnya.
Dia pun mengakui Bulog memang harus diinvestigasi meski sebenarnya masalah-masalah yang ada sudah diatasi dari hasil Rakortas yang menghasilkan kesepakatan Bulog bisa menyalurkan beras ke warung.
“Kebijakan bahwa Bulog memiliki hak untuk 100 persen menyalurkan ke warung ini jangan sampai kebijakan permanen karena itu tidak sehat untuk pasar beras di Indonesia. Sehingga kebijakan ini sementara maksimum 1 tahun, setelah itu Bulog harus profesional,” katanya.
Dia pun berharap Buwas mampu meningkatkan profesionalisme Bulog. Apalagi Bulog dari manapun mempunyai kapasitas sepuluh kali lipat perusahaan beras.
Seperti diketahui, pemerintah pusat mencari jalan keluar agar stok beras di gudang Bulog sebanyak 2,3 juta ton dapat disalurkan.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas) mengatakan, dilepasnya 50 ribu ton cadangan beras pemerintah (CBP) akibat kondisi beras yang sudah rusak disebabkan banyaknya mafia beras.
Tak hanya itu, menurut Buwas, kurangnya sinergi antara kementerian dan lembaga (K/L) terkait kebutuhan beras kerapkali menjadikan beras menjadi komoditas bisnis untuk kepentingan oknum atau institusi tertentu.
“Pangan (beras) ini bukan barang mati, makanya ada nilai turunnya. CBP itu bukan punya Bulog tapi pemerintah, jadi harus ada audit, ada izinnya karena menyangkut beban yang ditanggung oleh negara sebagai yang bertanggung jawab dalam pengadaan beras itu,” tutur dia di Jakarta. (Azs/**)